JAKARTA, KRJOGJA.comKemendikbud ingin membuat sebuah kebijakan yang bisa melaksanakan esensi semangat zonasi, yaitu pemerataan bagi semua murid untuk bisa mendapatkan kualitas pendidikan yang baik dengan tetap mengakomodasi perbedaan kondisi di daerah.
Namun,Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan dukungan penuhnya terhadap kebijakan zonasi karena tidak hanya menyentuh siswa tetapi juga pemerataan guru.
Mengenai ketimpangan kesiapan antarsekolah menyelenggarakan USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) yang tidak hanya berdasarkan soal pilihan berganda namun lebih mencakup karya tulis hingga portofolio untuk tes kelulusan tahun 2020.
 Poinnya bagi yang (sekolahnya) merasa sudah siap, dia bisa maju saja dulu. Kalau merasa siap, mereka ingin berinovasi dengan cara penilaian mereka, silakan. Masing-masing sekolah menentukan sudah siap atau tidak. Kita (Kemendikbud) coba tahun ini," ujar Nadiem.
Kebijakan ini memiliki risiko yang besar adalah keliru karena bertahan dengan standar pilihan berganda untuk tes kelulusan hanya akan memperlambat kemajuan belajar siswa. "Regulasinya jelas, pokoknya ditentukan oleh sekolah. Bukan berarti nggak ber-standard, ya. Kita ini sudah ada standar kurikulum 2013, standar kompetensi kelulusan yang ditentukan pusat. Itu kompetensi dasar, kompetensi inti sudah tertera," ujarnya.Â
"Yang dibebaskan adalah untuk mengambil itu kompetensi dan menciptakan soal-soal dan sistem penilaian lainnya untuk mengevaluasi kompetensi itu," sambungnya.Â
Kebanyakan orang tua, lanjut Nadiem, merasa takut dengan kompetensi sekolah karena ketidakpercayaan pada penilaian guru dan kepala sekolah yang dianggap Nadiem sangat menyedihkan.Â