MPR Harus Belajar dari Tragedi Hongkong, Ini Maksudnya

Photo Author
- Kamis, 28 November 2019 | 19:10 WIB
istimewa
istimewa

JAKARTA, KRJOGJA.com - Perekonomian Hongkong lumpuh akibat demonstrasi massa yang berkepanjangan. Pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono menyarankan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI belajar dari tragedi Hongkong itu, dengan segera melaksanakan amandemen Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 agar presiden dapat dipilih lebih dari dua kali.

"Aspirasi rakyat ini sudah menjadi bola salju yang terus membesar. Bila MPR tidak tanggap, saya khawatir rakyat akan turun ke jalan sebagaimana reformasi 1998. Tragedi Hongkong bisa terjadi di Indonesia," ujar Suhendra di Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Berdasarkan investigasinya di lapangan, amandemen Pasal 7 UUD 1945 sudah menjadi kehendak mayoritas rakyat.  "Sehingga sebelum terjadi gejolak, MPR harus segera bertindak dengan mengamandemen Pasal 7," cetus Suhendra yang mengaku dihubungi ratusan organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) nasional dan ribuan relawan yang siap turun ke jalan.

Suhendra, pencetus pertama wacana amandemen Pasal 7 UUD 1945 yang kemudian diamplifikasi Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua MPR Bambang Soesatyo, membantah idenya itu tidak demokratis. "Demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kalau rakyat menghendaki tapi MPR menghambat, justru tidak demokratis," tegasnya sambil mengutip jargon "vox populi vox dei", suara rakyat adalah suara Tuhan.

Surya Paloh dalam beberapa kesempatan menyatakan perlunya amandemen Pasal 7 UUD 1945 agar Presiden Joko Widodo dapat dipilih kembali. Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR RI Saan Mustopa kemudian memperkuatnya dengan menyatakan bila ada presiden berkinerja bagus, mengapa tidak diberi kesempatan satu periode lagi. Adapun Bamsoet membuka peluang untuk amandemen Pasal 7 UUD 1945 dan menyerahkan hal tersebut kepada rakyat.

Suhendra kemudian menyatakan amandemen Pasal 7 UUD 1945 sudah menjadi kehendak rakyat. Justru kalau dibendung, Suhendra khawatir tragedi Hongkong bisa terjadi di Indonesia. "Kini, semua terpulang kepada MPR," tuturnya seraya memberi sinyal, "jangan sampai obat datang nyawa putus", karena rakyat sudah terlanjur cinta kepada presidennya. (Fon)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: tomi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X