JAKARTA, KRJOGJA.com - Keputusan pejudo tuna netra, Miftahul Jannah yang meninggalkan arena pertarungan melawan pejudo Mongolia, Oyun Gantulga karena menolak melepaskan jilbab menuai reaksi masyarakat di tanah air.Â
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, memahami keputusan Miftah tersebut. "Sebagai perwakilan pemerintah, kami menghormati keputusan Miftah yang memegang teguh prinsip. Apa yang dilakukan judoka putri kita ini harus sangat diapresiasi,†kata Imam. dalam jumpa pers di GBK Arena, Selasa (9/10).Â
“Mengenai regulasi, ini yang harus kita perhatikan. Agar, ke depan tidak ada lagi kejadian seperti ini. Semua pihak, termasuk dari NPC harus memperhatikan aturan.â€
Pernyataan Imam beralasan karena Miftah didiskualifikasi diawali kesalahpahaman dari tim pelatih. Itu ditegaskan Ketua Umum Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun terkait pelatih judo yang kurang menguasai bahasa Inggris hingga keliru mengartikan regulasi yang ada.
“Kami berharap, ke depannya Federasi Judo Internasional bisa membuat regulasi yang lentur. Misalnya, penggunaan jilbab bagi atlet muslimah dengan desain yang tidak membahayakan seperti pada cabang olahraga lainnya,†Imam menjelaskan.
Dalam cabang olahraga bela diri lain seperti pencak silat, karate, dan taekwondo, penggunaan penutup kepala diperbolehkan oleh federasi internasionalnya. Sedangkan judo melarang atlet mengenakan penutup kepala seperti hijab karena alasan keselamatan dan keamanan.
Larangan Federasi Judo Internasional terkait atribut atau busana di kepala memang beralasan. Pasalnya, judo berbeda dengan karate atau taekwondo. Pergerakan antaratlet di judo lebih dekat. Alhasil, dengan pemakaian hijab, dikhawatirkan bakal membuat judoka tercekik lehernya yang tentu dapat membahayakan.