JAKARTA, KRJOGJA.com - Isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) menjadi besar karena dikapitalisasi dan dimanipulasi elite politik.
"Hasil survei LIPI menunjukkan bahwa isu SARA tidak signifikan terjadi di tingkat akar rumput. Isu SARA terjadi di Pilkada DKI karena kecenderungan manipulasi dan dikapitalisasi elite politik," demikian peneliti LIPI, Prof Syarif Hidayat dalam penjelasan hasil survei LIPI di Jakarta, Selasa (07/08/2018).
Survei ini dilakukan terhadap 145 ahli bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam, yang tersebar di 11 provinsi selama kurun waktu April hingga Juli 2018. Survei ini sebagai bagian pelaksanaan kegiatan survei 'Pemetaan kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan menjelang pemilu serentak 2019: dalam rangka penguatan demokrasi" yang merupakan bagian dari program prioritas nasional (PN) 2018.
Dari survei ahli yang dilakukan tim peneliti LIPI itu diketahui bahwa tindakan persekusi yang belakangan marak terjadi di masyarakat mayoritas disebabkan penyebaran berita hoaks (92,4 persen), ujaran kebencian (90,4 persen), radikalisme (84,2 persen), kesenjangan sosial (75,2 persen), perasaan terancam oleh orang atau kelompok lain (71,1 persen), sedangkan aspek 'relijiusitas' (67,6 persen) dan ketidakpercayaan antarkelompok/suku/agama/ras (67,6 persen).
Persentase menunjukkan isu SARA tidak begitu signifikan terjadi di tingkat akar rumput melainkan hanya merupakan isu yang dipolitisasi para elite politik.Â
Syarif mengatakan solusi mengatasi berkembangnya isu SARA adalah dengan mengelola dan mengendalikan perilaku elite politik. (Ati)