JAKARTA, KRJOGJA.com - Audiensi dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan Majelis Agung Raja Sultan (MARS). Tema besar yang diapungkannya upaya menjaga persatuan dan kesatuan NKRI melalui budaya, Rabu (1/8). Hasilnya MARS diharapkan bersinergi dengan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP).
"MARS ini memiliki fungsi yang sangat strategis. Sebab, MARS memiiki fungsi sebagai pengembang, pelestari, sekaligus mengabadikan budaya nusantara. Hal ini tentu sangat terbuka bagi sinergi dengan pemerintah,†ungkap Moeldoko, kemarin.
Â
Agenda audiensi di Ruang Rapat Utama, Bina Graha, Rabu (1/8), pun berjalan hangat. Moeldoko pun menyambut kedatangan para Raja, Sultan, Datuk, Panglesir, hingga Pemangku Adat. Baginya MARS menjadi sistem penyeimbang terbaik ditengah percepatan teknologi dan merebaknya isu SARA. Sebab, Indonesia membutuhkan inovasi baru untuk mempertahankan budaya menjadi nilai kemasyarakatan.
Â
“Atas nama pemerintah, kami ucapkan selamat atas terbentuknya MARS ini. Untuk meredam berbagai isu negataif, kami berharap MARS ini bisa bersinergi dengan BPIP. Tujuannya untuk mengisi kembali kekosongan sejarah, budaya, ideologi, dan wawasan adat kebangsaan,†terangnya lagi.
Â
Mengacu buku karya Ali Khamenei, Kepala Staf Kepresidenan pun mengingatkan maraknya perangkap perang budaya. Efek negatifnya menghantam beberapa sendi. Perang budaya melunturkan keyakinan agama. Dampak lainnya, menghancurkan keyakinan ideologi hingga sikap skeptis masyarakat terhadap bangsa dan negaranya.
Â
“Indonesia membutuhkan pencerahan. Sebab, situasinya sekarang campur aduk. Kami yakin, melalui eksistensi MARS, nilai budaya lokal dan nasional akan terus membaik. Harapannya ideologi sebagai bangsa dan negara Indonesia kembali solid. Sebab, tantangan ke depan akan lebih kuat dan kompleks,†jelas Moeldoko lagi.
Â
Ideologi memang menjadi kebutuhan mendasar saat ini. Sebab, memasuki revolusi industri 4.0, maka percepatan teknologi otomatis akan menggerus nilai budaya yang ada. Moeldoko pun menerangkan, Indonesia tetap harus belajar dari negara lain. Banyak negara berhasil menyeimbangkan nilai ideologi dan budaya ditengah cepatnya pertumbuhan teknologi. (*)