PALEMBANG, KRJOGJA.com - Beberapa hasil riset memberikan bukti bahwa pola agrosilvofishery (wana - mina - tani) mampu menjadi solusi pemulihan ekosistem gambut yang rusak. Tak hanya itu pola agrosilvofishery juga merupakan pola yang paling dibutuhkan dalam skala rumah tangga. Hal itu diungkapkan oleh Bastoni peneliti pada Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Palembang dalam Rapat Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Swakelola Riset Aksi 2018 di Ruang Rapat Tim Restorasi Gambut, Sumatera Selatan beberapa waktu lalu.
BP2LHK Palembang telah melakukan beberapa riset dalam kaitan memulihkan gambut yang terdegradasi serta sebagai upaya restorasi gambut. Salah satu kerjasama riset tersebut adalah dengan Badan Restorasi Gambut (BRG), kedua institusi ini saling bekerjasama dan menghasilkan beberapa temuan-temuan yang unggul dalam hal pengelolaan gambut berkelanjutan.
Salah satu kerjasama riset antara BP2LHK Palembang dan BRG yaitu di Sepucuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Plot penelitian seluas 8 Ha, terdiri dari 4 Ha di Kebun Plasma Nutfah milik BP2LHK Palembang dan 4 Ha di lahan milik masyarakat, diklaim telah berhasil mengintegrasikan strategi 3R (reduce, reuse, recycle) dengan penerapan pola agrosilvofishery.
“BRG tidak ragu dengan hasil kerja BP2LHK Palembang di Sepucuk,†kata Deputi Penelitian dan Pengembangan, Badan Restorasi Gambut, Nugroho S Priyono. Kerja sama BRG dengan BP2LHK Palembang terbukti berhasil memberikan model pembelajaran di lapangan sehingga plot tersebut menjadi produk andalan BRG, tegasnya.
Dengan pola agrosilvofishery lahan gambut yang tergolong lahan marjinal dapat digunakan untuk aktivitas budidaya pertanian, kehutanan dan perikanan yang tersusun baik secara parsial maupun temporal dalam satu hamparan lahan. Padahal sebagai lahan marjinal, lahan gambut memiliki banyak faktor pembatas yang menyulitkan dalam pemanfaatannya, seperti: adanya genangan air, rawan banjir, tingkat kesuburan tanah yang rendah, rawan kebakaran dan aksesibilitas yang sulit dan berat.
Bastoni juga menjelaskan dalam kesempatan berbeda bahwa pola agrosilvofishery di lahan gambut merupakan pemanfaatan lahan rawa berwawasan ekosistem, ramah lingkungan dan berbasis sumberdaya lokal seperti perikanan, kehutanan dan pertanian serta dapat merubah pola budidaya dari ekstensif menggunakan api ke budidaya intensif tanpa penggunaan api.
Secara finansial pola agrosilvofishery intensif layak untuk dijadikan sebagai usahatani. Pola agrosilvofishery ini juga dapat diintegrasikan dengan program pencetakan sawah pada lahan rawa gambut untuk pencegahan kebakaran yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian atau program community development yang dilakukan oleh perusahan HTI dan perkebunan.(*)