JAKARTA (KRjogja.com) - Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) didesak untuk memantau dan menginvestigasi hasil pelaksanaan Pemilihan Suara Ulang (PSU) di dua TPS Kabupaten Muna (Sulawesi Tenggara) pada tanggal 19 Juni lalu menyusul diketemukannya kembali sejumlah indikasi pelanggaran yang terjadi di dua TPS tersebut.
Terkait hal itu, koordinator Mahkamah Konstitusi Watch (MK Watch) Rahman Muklis menilai PSU kali ini lebih buruk dari sebelumnya. “Ini karena masih adanya indikasi kuat pemilih yang seharusnya tidak berhak memilih. Untuk itu, ada hal menarik yang harus diusut tuntas hakim MK terkait indikasi pelanggaran tersebut,†tuturnya dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Senin (25/7/2016) malam.
Rahman menjelaskan, pada Pemungutan Suara 9 Desember 2015 jumlah pemilih di 2 TPS ini adalah 602 suara. Namun, MK membatalkan hasil 3 TPS yaitu TPS 1 Desa marobo, TPS 4 Raha –I dan TPS 4 Wamponiki dan memerintahkan PSU di 3 TPS dimaksud karena ditemukan bukti 2 pemilih mencoblos 2 kali (1 kali di TPS 4 Raha –I dan 1 kali di TPS 4 Wamponiki).
Selain itu ditemukan bukti 5 pemilih terindikasi berasal dari kabupaten Buton Tengah diberi hak untuk memilih dengan menggunakan bukti identitas SKTT yang diterbitkan oleh Kades Marobo. "Karena itu KPUD Kabupaten Muna sudah tidak bisa berbuat netral, diharapkan juga DKPP untuk memeriksa para anggota KPUD Muna akan adanya ketidak netralan dalam PSU 19 juni 2016 serta ikut memantau kelapangan saat PSU kedua nanti,†tegas Rahman. (Ful)