KRjogja.com - YOGYA - Pembahasan tentang ke-NU-an selalu dinamis dan menarik perhatian publik, termasuk dalam konteks kompetisi politik dalam pemilu legislatif dan pilpres yang sedang berjalan saat ini. Dengan tema NU, Khittah 1926 dan Civil Society, beberapa tokoh dan aktivis NU yang berada dalam Jaringan Nahdliyin Pengawal Khittah NU (JNPK-NU) membuka diskusi publik dengan narasumber Dr. Abdul Gaffar Karim (Fisipol UGM), KH Abdul Muhaimin (PP Nurul Ummahat) dan KH Aguk Irawan bertempat di Gedung Fisipol UGM Yogyakarta, Sabtu (20/1/2024).
“Diskusi ini membahas arah perkembangan gagasan “Kembali ke Khittah 1926” Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Sebuah gagasan yang merupakan hasil keputusan Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo, yang dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan tokoh-tokoh lain sezaman. Disini kami ingin menemukan makna paling ideal untuk konteks Indonesia dewasa ini, yang sejak tahun 1998 telah memutuskan untuk mengarus-utamakan demokrasi,” ujar salah satu penggagas diskusi publik, KH. Aguk Irawan.
Baca Juga: Diisukan Mundur, Ini jawaban Sri Mulyani
Dengan ditandai adu argumentasi hangat antar narasumber dan dialog dengan pengunjung yang nampak antusias, dinamika forum ini setelah menimbang berbagai peristiwa yang berkembang saat ini, menghasilkan sembilan rekomendasi yaitu (1) Adalah tidak bermanfaat memisahkan urusan politik dari NU, namun pengelolaannya harus demi kemaslahatan umum. NU harus menjaga kemandirian politik dan ekonomi, agar jam’iyah tidak tergantung pada uluran tangan penguasa, (2) konsep NU bukan partai politik dan bukan underbouw partai politik adalah rujukan moral sekaligus formal dalam tindakan politik NU. Maka NU tidak boleh digunakan sebagai alat pemenangan kandidat presiden dalam pilpres.
Selanjutnya (3) NU harus menghindari politik transaksional yang bersifat jangka pendek, namun lebih fokus pada politik moral agar dapat terus berperan sebagai bengkel kemanusiaan demi mengatasi berbagai persoalan bangsa, (4) Dalam upaya mengelola kepentingan politik praktis pemilu NU perlu mengupayakan perbaikan dan penegasan atas hubungannya dengan partai-partai politik yang menjadi saluran aspirasi warga NU (5) NU harus memainkan fungsi pengawasan kekuasaan di Indonesia.
Berikutnya (6) NU perlu fokus pada upaya pemberdayaan masyarakat (7) Upaya perbaikan serius NU memerlukan keteladanan dari pimpinan tertinggi jam’iyah guna berkhidmah kepada ummat, bangsa dan negara berlandaskan nilai-nilai Aswaja Annahdliyah (8) Jajaran nahdliyin perlu melakukan evaluasi perilaku dan posisi NU dalam konteks kekuataan civil society yang berbasis Aswaja Annahdliyah dan (9) Perlu rekonstruksi keorganisasian NU sesuai Qonun Asasi dan AD/ART NU agar jam’iyah kembali menjadi gerakan kebangkitan para ulama.
Baca Juga: Pajak Motor BBM Bakal Naik, Wacana Atau Realisasi?
Salah satu warga pendukung rekomendasi hasil diskusi publik, Hary Sutrasno mengatakan sangat gembira menyaksikan keterbukaan komunitas Jaringan Nahdliyin Pengawal Khittah NU (JNPK-NU) yang mau mendengar suara dan harapan publik.
“NU itu sangat dicintai umat dan kami sangat berharap organisasi masa yang besar ini dapat terus mengambil peran signifikan dalam pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara. Saya yakin NU sangat patut menjadi salah satu pemimpin umat dalam mencapai tataran baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur, teruslah menjadi tauladan dan pemersatu anak bangsa,” tegas Hary.(*)