Pengamat: Terapkan Pasal UU ITE kepada Palti Hutabarat, Polisi Salah Kaprah

Photo Author
- Minggu, 21 Januari 2024 | 17:42 WIB
(Ilustrasi/dok)
(Ilustrasi/dok)

KRjogja.com - JAKARTA - Henri Subiakto, Pengamat Komunikasi Politik menilai kepolisian salah kaprah dalam mamahami Pasal 28 ayat (3) UU No 1 tahun 2024 tentang Revisi Kedua UU ITE. Pasal itu dipersangkakan kepada pengiat media sosial, Palti Hutabarat.

"Penangkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini. Bagaimana mungkin Palti dikenakan pasal yang pengertian dan unsurnya tidak memenuhi," kata Henri dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/1/2024).

Henri menelaaah bunyi pada Pasal 28 ayat (3) UU No 1 tahun 2024 tentang Revisi Kedua UU ITE 'Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat'.

Baca Juga: Kampanye Terbuka Dimulai, Emak-emak Sragen Kompak Senam Gemoy

Dalam kasus ini, Henri mengarisbawahi terkait kerusuhan, di mana maksudnya kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik.

"Bukan kondisi di ruang digital/siber. Artinya pasal larangan menyebarkan berita bohong itu baru bisa dipidana jika berakibat memunculkan kerusuhan di dunia fisik. Bukan keributan di dunia digital atau medsos. Ini poin pentingnya," ujar dia.

"Pertanyaanya di mana kerusuhan yang timbol gara-gara repost saudara Palti? Ini penting karena merupakan unsur pidana dari pasal baru yang mulai berlaku di UU ITE tahun 2024 yag baru saja ditanda-tangani Presiden Jokowi. Di UU ITE lama sebelum direvisi, tidak ada pasal delik materiel yang sanksi hukumannya 6 tahun ini. Pasal 28 ayat (3) pasal baru di UU ITE. Asal normanya dari UU No 1 tahun 1946 yg sudah tidak berlaku," dia menambahkan.

Baca Juga: Jadwal Buka Puasa Rajab Senin 22 Januari 2024 di Wilayah Jogja

Henri mengatakan, Palti Hutabarat orang pertama yang dijerat dengan pasal 28 ayat (3) UU no 1/2024 tentang Revisi kedua UU ITE. Sayangnya penggunaan pertama kali pasal baru ini justru dilakukan secara salah.

"Pidana materiel diterapkan seolah merupakan pidana formil. Syarat unsur pidananya harus terjadi kerusuhan di masyarakat secara fisik tidak terpenuhi. Karena memang pasal ini bertujuan menghukum orang yang terbukti melakukan provokasi kerusuhan dengan berita bohong," tegas dia.(*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X