Di Era Digital Citizen Journalism dan Media Mainstream Saling melengkapi

Photo Author
- Kamis, 8 Agustus 2024 | 12:10 WIB
Para narasumber pada forum diskusi yang diadakan Kominfo dalam rangka kunjungan jurnalistik di Jayapura. Foto: M Sobirin
Para narasumber pada forum diskusi yang diadakan Kominfo dalam rangka kunjungan jurnalistik di Jayapura. Foto: M Sobirin
 
 
 
Jayapura, KRjogja.com -  Mengambil bagian dalam jurnalisme warga (citizen Journalism) adalah urgensi era digital di mana media sosial (medsos) menjadi kekuatan viral. 
 
Semua orang baik langsung maupun tidak langsung menjadi digital native, terllibat dalam penyebaran dan menerima informasi sekaligus membahas batasan dalam mengabarkan sebuah berita. 
 
Hal itu terungkap dalam Forum Diskusi Publik yang merupakan rangkaian kegiatan Kunjungan Jurnalistik 2024 bertema 'Citizen Journalism untuk Generasi Muda' di Papua Youth Creative Hub PYCH) Jayapura Papua, Rabu (7/8/2024).
 
Forum ini dihadiri setidaknya 200 mahasiswa dan komunitas yang aktif di Jayapura. Sedangkan  narasumber yang tampil yakni Guru Besar Sosiologi Universitas Cendrawasih Prof Dr Drs Avelinus Lefaan BA.MS, Pemimpin Redaksi Harian Jogja, Anton Wahyu Prihartono, Kepala Biro Jakarta Pikiran Rakyat, Aldiro Syahrian dan editor regional Kompas.com Teuku Muhammad Valdy Arief. 
 
Diskusi publik ini dimulai dari gagasan terkait medsos dan upaya melawan hoaks. Anton Wahyu mengemukakan, baik medsos maupun media mainstrem sama-sama terbentur  aturan, namun yang pasti harus berhati-hati. 
 
"Di media sosial, pengguna harus berhati-hati dalam menyebarkan informasi dan bukan asal cepat, sementara media mainstream  dalam menyiarkan berita juga ada aturan yang harus dipenuhi, misalnya tidak boleh menayangkan aktivitas merokok, korban perkosaan dan visualisasi berdarah," ujarnya.
 
Selain itu , lanjutnya, juga ada pedoman khusus menulis terkait tema tertentu seperti bunuh diri, terorisme dan disabilitas. Di citizen journalism hal ini longgar, tetapi batasannya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik A(UU ITE)," katanya.
 
Meski terbentur dengan UU ITE, menurut Teuku Muhammad Valdy Arief dari Kompas.com,  medsos justru banyak membantu dalam penyampaian masalah. Tugas  wartawan sering terbantu mendapatkan informasi lebih cepat meskipun tidak melulu lengkap.
 
"Seringkali standar kebutuhan menulis berita 5W+1H tidak lengkap dalam sebuah postingan medsos, namun harus ada kerja sama yang baik, saling melengkapi informasi," katanya. 
 
Kerja sama yang baik antara pengguna medsos dan media mainstream dibahas Prof Dr Lefaan. Menurutnya medsos terutama TikTok bisa menjadi media edukasi sekaligus evaluasi, bahkan untuk diri sendiri. 
 
Masyarakat juga diminta untuk bijak bermedia sosial, " Salah satunya tidak menyebarkan hoaks karena efeknya luar biasa, bisa menyebabkan baku hantam, tertipu, rumah dibakar, ini yang tidak diharapkan, jangan jadi bagian penyebar hoaks," tambah Anton dari Harian Jogja.
 
Sementara itu Aldiro dari Pikiran Rakyat, justru menitikberatkan pada manfaat medsos yang bisa dimaksimalkan untuk menggaungkan sebuah isu. Ia mengambil contoh di Bandung yang semakin dikenal menjadi kota dengan kreativitasnya yang luar biasa. Hal itu, karena masifnya medsos. Contoh lain, kondisi jalan rusak di Lampung yang  viral karena Tiktoker, Bima Yudho menyebut jalan Dajjal juga mendapatkan respons positif dari pemerintah.
 
"Ini adalah jurnalisme warga, masyarakat mendapatkan informasi meskipun mengkritik, setelah ramai di media sosial, Presiden Jokowi datang dan diperintahkan untuk pembangunan jalan, Jika tidak ada citizen journalism mengkin aspirasi ini tidak akan sampai ke pemerintah," ucap Anton.
 
Valdy dari Kompas.com menilai, medsos, tak akan jadi ancaman bagi media jurnalis mainstream . "Saya tidak melihat ini ancaman, namun, media harus memvalidasi informasi dengan cover both side. Sedangkan citizen journalism itu spontan. Oleh karena itu, kini masanya mencari relevansi. Dulu media bisa bentuk opini, kini influencer yang bentuk opini. Nah justru harus saling melengkapi. Masukan dan kritik dari masyarakat perlu diperhatikan." ucapnya.
 
Meski demikian masyarakat juga dituntut untuk terus aktif mencari informasi dari sumber media massa arus utama. "Citizen journalism bisa menyiarkan apa saja, kapan saja, tanpa melakukan verifikasi. Itulah gunanya pembaca atau penonton tetap harus percaya pada media massa arus utama karena informasi yang diberikan telah melalui validasi dan verifikasi," kata Aldi. 
 
Bagi Prof Dr Lefaan, masyarakat sebaiknya menyederhanakan pikiran. Menurutnya medsos harus bisa digunakan untuk memanusiakan manusia. "Media sosial mempercepat kita memecahkan masalah. Di sini media menjadi efisien, tapi harus memanusiakan manusianya. Masyarakat Papua harus bikin konten TikTok yang postif untuk kepentingan masyarakat. (Obi).
 
 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agusigit

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X