Krjogja.com – Jakarta – Polisi terus membongkar jaringan situs judi online yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho, menjelaskan pengungkapan kasus judi online ini menjadi cermin dari mental korup yang masih melekat dalam birokrasi Indonesia.Karenanya, dia menuntut tindakan serius untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
“Jadi, saat ini, kita memerlukan langkah konkret perbaikan berupa teknologi dan budaya,” ujar Hardjuno di Jakarta, Senin (4/11).
Baca Juga: Ramai Konten Kreator Live Nyanyi Online di Nol Kilometer Jogja, Benarkah Langgar Aturan?
Menurutnya, peristiwa penangkapan jaringan judi online di Komdigi ini mengkonfirmasikan lemahnya sistem pengawasan internal kementerian. “Kasus ini adalah bentuk penyimpangan jabatan yang serius. Alih-alih menjalankan tugas sebagai penjaga moral digital, aparatur justru menyalahgunakan wewenang. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga mengkhianati kepercayaan publik,” tegas Hardjuno.
Hardjuno mengaku prihatin dengan kasus backing judi online yang ternyata berada di Komdigi.Apalagi, terungkap pengawai di Komdigi diduga melindungi situs judi online.Ironisnya, aparatur yang seharusnya bertanggung jawab untuk memberantas konten ilegal justru diduga memanfaatkan jabatannya untuk melindungi situs-situs yang merusak masyarakat. “Judi online ini telah menyengsarakan masyarakat bahkan banyak kasus bunuh diri, pembakaran suami oleh istri, gara-gara terlibat judi online,” ulasnya.
Hardjuno mengusulkan untuk menyelesaikan masalah korup di pemerintahan, diperlukan keterlibatan teknologi pemantauan terkini. Teknologi ini dibarengi dengan langkah konkret pembenahan etika dan budaya kerja birokrasi dari korupsi menjadi mengabdi kepada publik.
Baca Juga: Pilkada Sleman 2024, Harda-Danang Libatkan Anak Muda Garap Pariwisata
Mengutip pernyataan tegas Prabowo Subianto mengenai ‘ikan busuk dari kepala,’ Hardjuno menegaskan bahwa masalah ini harus diatasi dari pucuk pimpinan. “Pemimpin lembaga harus memiliki integritas yang kuat agar bawahannya mengikuti,” ucapnya.
Hrdjuno juga menambahkan, kejadian ini menjadi peringatan untuk memperkuat sistem pemantauan terhadap kinerja dan perilaku aparatur. “Ini bukan hanya persoalan satu atau dua oknum, tetapi menunjukkan kelemahan sistemik dalam pengawasan dan penegakan integritas di lingkungan kerja pemerintah,” terangnya.
Lebih lanjut, Hardjuno menegaskan pentingnya penguatan sistem pengawasan dan penindakan internal di kementerian. “Pengawasan internal harus lebih ketat, dan setiap pegawai harus diawasi agar tidak menyalahgunakan wewenang. Terlebih, perlu ada hukuman tegas dan transparan bagi mereka yang terbukti terlibat dalam tindakan korupsi,” paparnya.
Baca Juga: Cegah Polisi Ikut Judi Online, Ponsel Anggota Polres Purbalingga Diperiksa
Selain itu, penguatan etika kerja dan pelatihan anti-korupsi perlu digalakkan secara berkesinambungan. Hardjuno menyebut, membangun karakter pegawai yang anti-korupsi memerlukan pendekatan sistemik yang mencakup edukasi berkelanjutan dan penerapan teknologi yang transparan. “Setiap pegawai harus paham bahwa mereka bekerja untuk publik, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” tandasnya. (*)