Hardjuno Wiwoho: Pansel DK LPS Tak Selaras dengan UU, Berpotensi Timbulkan Masalah Hukum

Photo Author
- Kamis, 10 Juli 2025 | 21:48 WIB
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho (istimewa)
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho (istimewa)


KRJOGJA.com — Jakarta — Proses seleksi calon anggota Dewan Komisioner (DK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2025–2030 menuai kritik tajam dari berbagai pihak, menyusul ditemukannya perbedaan substansi antara aturan yang dikeluarkan oleh panitia seleksi (pansel) dan ketentuan dalam undang-undang.

Ketidaksesuaian tersebut dianggap dapat memicu persoalan hukum dan mencederai integritas proses seleksi. Dalam pengumuman resmi seleksi yang dirilis oleh Pansel DK LPS, terdapat syarat yang menyatakan bahwa calon tidak boleh menjadi “konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik Bank atau Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah baik langsung maupun tidak langsung pada saat ditetapkan.”

Namun dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Pasal 67 huruf i, ketentuan tersebut dituliskan tanpa embel-embel waktu “pada saat ditetapkan.” Artinya, undang-undang mengatur secara tegas bahwa calon anggota Dewan Komisioner tidak boleh memiliki afiliasi dengan lembaga keuangan terkait dalam bentuk apa pun, baik langsung maupun tidak langsung, tanpa menyebut batasan waktu.

Baca Juga: Dampak Tarif Trump, Gubernur Ahmad Luthfi Siapkan Langkah Mitigasi

Hardjuno: Norma Pansel Bertentangan dengan UU

Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menilai, penyisipan frasa “pada saat ditetapkan” dalam aturan pansel merupakan bentuk pelanggaran terhadap norma undang-undang. “Ini bukan sekadar perbedaan teknis. Aturan pansel secara terang-benderang bertentangan dengan UU. Ini preseden yang sangat berbahaya dalam proses seleksi pejabat publik,” ujarnya di Jakarta, Kamis (10/7).

Menurut Hardjuno, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan turunan seperti ketentuan pansel tidak bisa mengubah substansi yang telah diatur dalam UU. Jika pansel berkehendak memperlonggar syarat seleksi, maka seharusnya terlebih dahulu mengubah undang-undangnya melalui DPR, bukan menabraknya lewat pengumuman administratif. “Jika dibiarkan, hasil seleksi ini cacat hukum dan berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi. Bahkan bisa dibatalkan sepenuhnya,” tegasnya.

Potensi Sengketa Hukum: Belajar dari Putusan MK

Hardjuno merujuk pada beberapa yurisprudensi Mahkamah Konstitusi yang relevan, termasuk putusan yang membatalkan pencalonan Kaesang Pangarep dalam Pilkada karena belum memenuhi syarat usia 30 tahun pada saat penetapan calon oleh KPU. Kaesang lahir 25 Desember 1994; pada saat penetapan pasangan calon (22 September 2024), ia belum mencapai 30 tahun — MK menolak pencalonannya
Walaupun kemudian MA mengubah interpretasi PKPU menjadi “usia saat pelantikan”, itu dilakukan lewat uji materi PKPU, bukan merubah UU. Ini membuktikan bahwa penafsiran syarat di tahap ‘penetapan’ berdampak hukum nyata dan dapat digunakan sebagai preseden untuk menantang aturan pansel LPS.

Baca Juga: Tersedia di Jawa Tengah dan DIY, Indosat Luncurkan HiFi Air HKM 127+

Hardjuno juga mengemukakan yurisprudensi lain saat MK menguji Pasal 20 UU Kejaksaan (UU No. 16/2004 jo. No. 11/2021) yang mengatur bahwa calon Jaksa Agung dilarang menjadi “pengurus partai politik” — dengan ketentuan sebelumnya hanya menyebutkan harus mundur sebelum diangkat.
MK memutuskan bahwa frasa “pengurus partai politik” bersifat konstitusional bersyarat. Maka, agar independen, calon harus berhenti sebagai pengurus partai politik paling lambat 5 tahun sebelum pengangkatan

“Walaupun tidak persis sama -ini terkait partai politik bukan lembaga keuangan-, putusan tersebut menunjukkan secara jelas bahwa: Batas waktu mundur calon harus ditentukan sebelumnya, sebelum tahap penetapan atau pengangkatan. Kalau belum, maka tidak bisa langsung ditafsirkan saat diangkat. Musti dari sebelum jadi calon. Kecuali LPS meminta DPR mengubah UU-nya dulu,” papar Hardjuno.

“Kalau tidak, pasti akan digugat ke MK dan dengan yurisprudensi yang ada, gugatan terkait pansel LPS ini dimenangkan oleh MK. Intinya, bikin ketidakpastian hukum kalau nekad,” tambah Harjuno.

 

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X