KRjogja.com - MENDEKATI tepat setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran yang bersamaan dengan momentum Hari Tani Nasional (HTN) pada 24 September tepatnya, Rabu (24/9/2025), pelaksanaan agenda Reforma Agraria masih diwarnai banyak pekerjaan rumah dalam implementasinya.
Padahal, reforma agraria adalah instrumen fundamental untuk mengurangi ketimpangan, menyelesaikan konflik agraria yang berkepanjangan, serta memacu pertumbuhan ekonomi petani dan masyarakat pedesaan.
Pada era sebelumnya, publik kerap menyaksikan presiden turun langsung membagikan sertifikat tanah, seperti dikutip dari Antara, Rabu (24/9/2025).
Baca Juga: Berikut Tiga Pesan Kunci Wamenkes kepada Wisudawan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencatat bahwa selama periode 2015-2023, telah dibagikan sekitar 10,3 juta sertifikat tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Meskipun pendekatan ini menuai kritik sebagai langkah yang terlalu seremonial dan lebih menekankan pada legalisasi aset (sertifikasi) daripada redistribusi yang substantif, setidaknya terdapat simbol kuat kehadiran negara yang menempatkan isu agraria pada level prioritas.
Pentingnya pelaksanaan reforma agraria saat ini semakin krusial seiring dengan dua masalah besar yang hadir bersamaan: deindustrialisasi dini dan proses deagrarianisasi secara bersamaan.
Terjadinya deindustrialisasi dini tercermin dari menurunnya kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga: Volume Trading Pintu Futures Naik Hampir 3 Kali Lipat
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan signifikan dari puncaknya sekitar 32 persen pada 2002 menjadi hanya 18,7 persen pada kuartal pertama 2024.
Melemahnya sektor manufaktur ini merupakan alarm bagi ketahanan ekonomi nasional. Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri juga stagnan, hanya tumbuh rata-rata 1,2 persen per tahun dalam dekade terakhir, jauh di bawah pertumbuhan tenaga kerja secara nasional.(*)