Krjogja.com, JAKARTA -Sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2 Oktober 2025 memunculkan sorotan tajam dari para Hakim Konstitusi yang dinilai memperkuat argumentasi Pemohon terkait ketidakpastian hukum.
Perkara Nomor 143/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh empat Pemohon dari kalangan mahasiswa dan praktisi kesehatan—Razak Ramadhan Jati Riyanto, M. Abdul Latif Khamdilah, M. Hidayat Budi Kusumo, dan M. Mukhlis Rudi Prihatno mahasiswa dan dosen Fakultas Kedokteran Unsoed bersama Kuasa Hukum Nanang Sugiri & partners, kini memasuki babak baru dengan penentuan sikap Pemerintah.
Sorotan Prof Saldi Isra Jadi Bukti Ambiguitas
Salah satu poin krusial muncul dari catatan Yang Mulia Hakim Konstitusi Prof. Dr. Saldi Isra, S.H. M.PA. Prof Saldi menyoroti kontradiksi antara frasa “dapat” dan “penyelenggara utama” dalam Pasal 187 ayat (4).
Menurut Kuasa Hukum Pemohon, sorotan ini adalah bukti kuat bahwa norma tersebut memang bermasalah dan menimbulkan kebingungan di lapangan.
“Apa yang disampaikan Prof. Saldi membuktikan bahwa norma ini bermasalah. Kami mendorong DPR dan Pemerintah menyerahkan naskah akademik, risalah rapat, serta kajian internasional yang diminta agar Mahkamah dapat menguji maksud pasal secara objektif,” tegas Kuasa Hukum Pemohon, Nanang Sugiri Sabtu (4/10/2025).
Bagi Pemohon, perdebatan ini menyangkut hak konstitusional mahasiswa dan asas kepastian hukum yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, serta integritas sistem pendidikan kedokteran nasional.
Hakim Konstitusi lainnya, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H. MHum., juga memberikan perhatian khusus pada dua hal: kejelasan nomenklatur Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSPPU) dan ketersediaan data kebutuhan tenaga dokter spesialis sebagai dasar kebijakan.
Pemohon menilai pertanyaan Yang Mulia Enny ini menegaskan lemahnya landasan implementasi norma. "Tanpa dasar hukum dan data valid, kebijakan hospital based rawan diskriminasi dan menimbulkan ketidakpastian hukum,” jelas Kuasa Hukum Pemohon.
Desakan Keterangan Pemerintah yang Substansial
Meskipun mengapresiasi ucapan terima kasih dari DPR atas perhatian terhadap UU Kesehatan, Pemohon menegaskan bahwa yang lebih penting adalah langkah konkret untuk menjamin kepastian hukum.
Dalam arahan Ketua Majelis Hakim, Dr. Suhartoyo, S.H, M.H., ditekankan pentingnya pemisahan keterangan antara Kementerian Pendidikan Tinggi dan Kementerian Kesehatan untuk mencegah tumpang tindih kewenangan.
Oleh karena itu, Pemohon berharap sidang berikutnya pada 16 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan keterangan Pemerintah, dapat menghadirkan keterangan yang substansial, lengkap dengan naskah akademik, risalah pembahasan, dan data resmi, guna menjadi dasar objektif bagi MK dalam mengambil putusan.(Dri)