Krjogja.com - MAKASSAR - Memimpin bukan melulu soal menyandang jabatan, namun juga bermakna dan berdampak. Itulah esensi yang disuntikkan kepada para peserta Indonesia Future Leaders Camp (FLC) Regional III.
Sebanyak 60 peserta terpilih asal Sulawesi, Maluku, dan Papua didorong untuk menjadi pemimpin berdampak, pada acara yang digelar di Auditorium Al Jibra, Universitas Muslim Indonesia (UMI), Kamis (13/11).
Acara ini bukan pelatihan atau forum diskusi biasa, namun laboratorium berpikir yang dirancang untuk mengasah wawasan dan kapasitas intelektual calon pemimpin masa depan. Hari kedua gelaran FLC 2025 Regional III ini, menghadirkan dua tokoh inspiratif.
CEO HMNS Rizky Arief Dwi Prakoso dan Co-Founder Malaka Project, Cania Citta memimpin diskusi mendalam yang mengubah perspektif kepemimpinan, dari sekadar popularitas menjadi efektivitas berbasis bukti.
Pemimpin Berbasis Nilai
Di hadapan 60 calon pemimpin dari regional III, Rizkie Arief memulai sesinya dengan mengajak peserta berpikir tentang persepsi umum, apa itu kesuksesan seorang pemimpin. Ia memberikan analogi tentang keberhasilan materi, dan keberhasilan sejati. Bukan sekadar kemampuan mengumpulkan rupiah yang membuat seseorang menjadi pemimpin sejati, melainkan kemampuan untuk menahan kepentingan diri sendiri.
"Nilai tertinggi bukan pada seberapa besar pendapatan kita, tapi seberapa besar manfaat yang bisa kita berikan untuk orang lain," ungkap Rizkie.
Pernyataan ini menjadi fondasi utama bagi para peserta untuk meninjau kembali komitmen dan motivasi mereka dalam berorganisasi atau membuat perubahan.
Konsep value driven leader yang dibawakan Rizkie adalah seruan untuk membumikan nilai-nilai pribadi dalam setiap keputusan profesional dan publik. Ia menekankan bahwa seorang pemimpin yang sejati adalah yang memberikan dampak, bukan sekadar memiliki kekuasaan.
Rizkie juga mengingatkan bahwa para peserta FLC yang terpilih, membawa privileges (keistimewaan, red) yakni akses pendidikan, jaringan, atau latar belakang yang mendukung.
Ia menekankan bahwa hak istimewa ini datang bersama tanggung jawab yang besar.
“Manusia adalah mesin emosional yang membutuhkan kompas bernama rasionalitas. Jadilah pemimpin yang tahu apa yang ingin diperjuangkan, bukan sekadar ingin memimpin,” tegasnya.