Krjogja.com - JAKARTA - Salah satu potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) masih dimanfaatkan masyarakat dari zaman dulu sampai sekarang adalah gemor (Nothaphoebe umbelliflora (Blume) Blume), termasuk suku Lauraceae. Gemor ditemukan tumbuh liar di hutan rawa gambut, Blok Bagantung, Kecamatan Mantangai, Kalimantan Tengah, tahun 2018. Kulit batang gemor mengandung getah dan minyak aromatik. Potensi pasar yang cukup menjanjikan serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan.
Dijelakan mata pencaharian masyarakat yang tinggal disekitar hutan adalah mencari kulit batang gemor untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kulit batang gemor dihaluskan untuk bahan baku obat nyamuk bakar, dupa, lem/perekat, dan papan partikel. Jika kulit batang yang dihaluskan dicampur dengan tanah, dapat dibentuk menjadi patung dan peralatan rumah tangga.
Wawancara dengan pengumpul kulit batang gemor di lapangan (Blok Bagantung) pada tahun 2018, menjelaskan biasanya ia menggunakan kelotok/perahu kecil menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam menyusuri sungai Mantangai dan sekitar 20 hari bahkan satu bulan berada di hutan untuk berburu pohon tersebut. Kebiasaan masyarakat dalam mencari gemor adalah berkelompok, setelah sampai ditengah hutan mereka akan berpencar. Jika menemukan pohon gemor akan ditandai, tanda ini menunjukkan bahwa pohon tersebut sudah ada pemiliknya. Lokasi pohon gemor tidak menjadi hak milik bagi orang yang menemukannya, mereka hanya memungut hasil dari kulit batang gemor. "Pohon gemor tinggi mencapai 33 m. Batang merah muda. Daun oval sampai melonjong, helaian kasar, berukuran 6–17x2-6cm, tersusun bersilang, subopposite, pangkal meruncing, kadang-kadang asimetris. Bunga kuning, merah, ditutupi rambut, tumbuh di ketiak daun. Buah lonjong, berukuran 3x1 cm saat kering, hijau mengkilap hingga kemerahan atau hitam saat matang," ungkap Titi Kalima.
Dia menjelaskan bunganya diserbuki serangga. Buahnya dimakan oleh mamalia kecil. Penanaman dapat disebarkan oleh benih. Penggunaan etnobotani: kayu digunakan untuk membangun rumah. Persebaran Borneo, Cambodia, Jawa, Laos, Lesser Sunda Is., Malaya, Maluku, New Guinea, Philippines, Sulawesi, Sumatera, Thailand, dan Vietnam.
[crosslink_1]
Pengelolaan kulit batang Gemor
Kepada pedagang penampung, KATA Titi Kalima menjelaskan kulit batang gemor yang sudah kering di jual dengan kisaran harga Rp. 6.500 – Rp. 12.000 per Kilogram atau mencapai Rp1.200.000 sampai Rp1.300.000 satu pikul. Pohon gemor berdiameter 50 cm menghasilkan kulit batang 2 pikul dalam kondisi kering. Andriani dkk. (2017), pohon berdiameter 40 cm menghasilkan kulit sebanyak 500–600 kg/pohon dan beriameter 30 cm menghasilkan kulit kayu sebanyak 250–300 kg/pohon dalam kondisi basah, dihargai antara Rp2.700 sampai Rp3.000/kg. Pengumpul menjelaskan, mencari kulit batang gemor tidak bisa dilakukan sepanjang tahun. Pada saat sungai surut mereka tidak bisa berangkat mencari kulit batang gemor.
Tataniaga kulit batang gemor di Palangkaraya memiliki rantai perdagangan yang pendek yaitu dari para peramu di sekitar Palangkaraya, yaitu dari daerah Pulang Pisau, Kereng Bengkirai, Tumbang Samba. Kemudian menjual kulit batangnya ke pengumpul besar di Banjarmasin dan menjual ke PT. Kalimantan Protect Utama, Kalimantan Selatan, yang memproduksi obat anti nyamuk merk Jazz. Obat anti nyamuk ini sebagian besar diproduksi untuk pasar lokal Kalimantan Selatan dan juga dikirim ke Surabaya.
Pemerintah belum optimal memberikan perhatian khusus terhadap pengaturan pemanenan dan perlindungan gemor di alam, serta tata aturan perijinan untuk pemanfaatannya. HHBK gemor potensial untuk dikembangkan sebagai komoditi di hutan tanaman, untuk itu diperlukan kajian menyeluruh tentang kemungkinan pengembangan jenis tersebut di hutan rawa gambut. Pemerintah hendaknya memberi perhatian terhadap HHBK gemor dengan membuat aturan-aturan untuk pengembangan dan produksi kulit batang gemor yang lestari. (*)
Dra. Titi Kalima, MSi
Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi
Badan Riset dan Inovasi Nasional