JAKARTA, KRJOGJA.com - Penyebaran paham ideologi intoleransi radikalisme yang mengarah pada terorisme, seperti Covid-19. Virus itu menyebar cepat. Begitu pula intoleransi radikalisme yang dihembuskan pihak-pihak tertentu, juga bagaikan virus Korona yang kemudian hinggap di masyarakat.
"Virus tersebut telah mempengaruhi perjalanan bangsa dan anak bangsa kita," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar saat konferensi pers terkait perkembangan ideologi kontemporer di Indonesia, Senin (20/6/2022) di Hotel Aryaduta Jakarta. Jumpa pers ini juga disiarkan melalui channel YouTube BNPT.
Ia menyebut, fenomena radikalisasi nilai-nilai kekerasan kini bertransformasi dari cara tradisional menjadi modern. Boy Rafli menyebut, kelompok teror kini tidak ragu menunjukkan eksistensinya melalui media sosial. Sebab, yang dulunya mereka bergerak secara senyap, saat ini justru memanfaatkan kemajuan teknologi untuk secara gamblang melakukan propaganda nilai, ideologi perekrutan anggota hingga penggalangan dana.
"Sepanjang Januari hingga Desember 2021, BNPT mendeteksi 650 konten propaganda yang mengandung pesan anti NKRI, anti Pancasila, intoleransi, takfiri, konten terkait pendanaan dan pelatihan, termasuk didalamnya glorifikasi ideologi khilafah," paparnya.
Kondisi ini, lanjut Boy, tidak menguntungkan Indonesia. Pihaknya mengungkapkan, ada sekitar dua ribu anak bangsa yang pernah berangkat ke Irak dan Syria untuk tujuan tidak jelas karena penyebaran propaganda melalui media sosial.
Oleh karena itu, Kepala BNPT menyatakan akan berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk melakukan patroli siber dan takedown
terhadap konten yang mengandung propaganda, perekrutan, pendanaan, pelatihan maupun perencanaan di berbagai platform media sosial.
Selain Itu, kedepannya BNPT bersama seluruh komponen masyarakat juga akan berupaya meningkatkan imunitas seluruh warga dari pengaruh ideologi yang non-Pancasila maupun yang bertentangan drngan nilai-nilai agama, hukum dan kemanusiaan.
"Oleh karena itu, kewaspadaan masyarakatlah tentunya dengan bekerjasama semua pihak, kami berharap tidak ada lagi yang dengan mudah ikut di dalam kegiatan-kegiatan yang nyatanya menyulitkan kondisi secara individual maupun entitas kepada masyarakat kita sendiri," jelasnya.
Pada bagian lain Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, aparatur sipil negara (ASN) merupakan salah satu kelompok yang rentan terpapar ideologi kekerasan, sehingga kegiatan wawasan kebangsaan perlu digencarkan.
"Kami menyadari, pegawai negeri termasuk salah satu kelompok yang rentan terpengaruh, terpapar," kata Boy.
Ia mengungkapkan, BNPT sebelumnya pernah menemukan sejumlah rumah ibadah di lingkungan instansi pemerintahan yang digunakan untuk melakukan propaganda ideologi kekerasan. Oleh karena itu, Boy menilai para pimpinan lembaga pemerintahan harus memperkuat empat konsensus kebangsaan Indonesia untuk memperkuat ketahanan ASN dari paparan ideologi tersebut. (Obi)