SEBANYAK 40 siswa beserta 20 guru SMA Negeri 9 Yogyakarta mengikuti kegiatan kunjungan ke Gedung Depo Arsip, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY, Selasa (29/3/2022). Kunjungan ini merupakan salah satu program internal dari Perpustakaan Trappsila SMA Negeri 9 Yogyakarta setelah pada beberapa waktu lalu telah mengadakan kunjungan di Grhtama Pustaka dalam kegiatan “Library Tourâ€.
Perjalanan sejarah tentang Yogyakarta sejak masa Mataram Islam hingga masa Reformasi disajikan dengan sangat menarik dalam bilik-bilik ruang pamer di Gedung Depo Arsip DPAD DIY. Gedung ini memiliki beberapa layanan yang terbuka untuk umum, di antaranya layanan diorama arsip Jogja, layanan arsip, layanan konsultasi kearsipan, layanan profesi arsiparis, layanan restorasi (laminating/laminasi) arsip, layanan deposit buku, dan layanan konsultasi perpustakaan.
Para siswa dan guru pendamping dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan tetap menerapkan protokol kesehatan untuk menikmati 18 ruang pamer tentang keistimewaan Yogyakarta. Ruang pertama menceritakan kisah kejayaan Kerajaan Mataram Kuno, mahapralaya yang meluluhlantakkan Borobudur dan Prambanan, hingga berdirinya dinasti Mataram Islam.
Adapun untuk pembagian nama-nama setiap ruangan, di antaranya. (1) Di mulai dari periode (1587-1733) tentang Mataram, untuk periode ini dibagi menjadi 2 ruangan, yaitu ruang 1 dan 2 (Kebangkitan dan Kejayaan Mataram) dan ruang 3 (Prahara Mataram dan Intervensi VOC). (2) Periode (1755-1830) tentang Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, untuk periode ini dibagi menjadi 4 ruangan, yaitu ruang 4 (Kesultanan Yogyakarta), ruang 5 (Geger Sepehi), ruang 6 (Puro Pakualaman), dan ruang 7 (Perang Jawa). (3) Periode (1830-1942) tentang Perubahan dan Pergerakan, untuk periode ini dibagi menjadi 2 ruangan, yaitu ruang 8 (Lokomotif Perubahan) dan ruang 9 (Kebangkitan Elite-elite Lokal). (4) Periode (1942-1998) tentang Republik, untuk periode ini dibagi menjadi 6 ruangan, yaitu ruang 10 (Selokan Mataram), ruang 11 (Yogyakarta Ibu Kota Revolusi), ruang 12 (Penataan Pemerintah DIY), ruang 13 (Yogyakarta Kota Pendidikan), ruang 14 (Yogyakarta Kota Kebudayaan), dan ruang 15 (Yogyakarta Kota Pariwisata). (5) Periode (1998-2018) tentang Reformasi, untuk periode ini dibagi menjadi 3 ruangan, yaitu ruang 16 (Pisowanan Ageng), ruang 17 (Yogyakarta dan Kebencanaan), dan ruang 18 (Keistimewaan Yogyakarta).
Pembuatan Gedung Depo Arsip melibatkan banyak ahli. Konsep awal di mulai dari tahun 2018. Kemudian, pada tahun 2020 gedung ini akan mulai dikerjakan tapi terhenti karena pandemi, sehingga baru bisa diwujudkan pada tahun 2021. Akhirnya, Gedung Depo Arsip diresmikan pada tanggal 24 Februari 2022 dengan pengerjaan fisik pembuatan gedung selama 10 bulan.
Ruang-ruang tersebut dibuat supaya tidak menimbulkan kejenuhan, maka ada ruang yang menggunakan audio-visual, benda-benda seni, dan gabungan dari audio-visual dan seni. Durasi waktu untuk setiap ruang sudah diatur berbeda-beda. “Konten (isi) yang audio visual ini bisa kita perbaiki (up date) terus selama masih ada arsip yang ditemukan. Jadi, dasar kita bukan hanya dari segi teknologi tapi juga (up date) dari segi kontennya. Kalau konten dasarnya memang harus ada arsip karena ini diorama kearsipan. Jika arsip yang memang relevan, maka dapat kita ambil dan kita tambahkan (masukkan),†tutur Drs. Burhanudin D. R., selaku arsiparis.
Ada dua tujuan dalam pembuatan gedung ini, yaitu tujuan utama dan tujuan jangka pendek. Tujuan utama gedung ini dibangun adalah untuk membentuk jati diri Yogyakarta, yaitu bagaimanakah peran sejarah Yogyakarta? Hal ini perlu diketahui bahwa Yogyakarta mendapat predikat istimewa karena dlihat dari peran sejarah Yogyakarta di bawah kekuasaan Sultan. Sedangkan, tujuan jangka pendeknya adalah untuk menghidupkan kembali arsip supaya orang mengetahui kalau arsip itu sebagai sumber informasi utama.
Sejak diresmikannya gedung ini, sudah banyak pengunjung dari berbagai lapisan, di antaranya kepala perpustakaan nasional, kepala arsip nasional, walikota se-Indonesia, seniman, masyarakat umum, difabel, dan lain sebagainya. Untuk pengunjung difabel, layanan diorama arsip Jogja belum menyediakan pemandu khusus difabel, namun tetap dibantu oleh pendampingnya.
“Hal ini menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan layanan di diorama arsip Jogja, salah satunya bagaimana menghadapi difabel yang tuna rungu, yaitu tim harus menambahkan keterangan tertulis selama pemutaran audio-visual. Keterangannya akan dibuat praktis. Selain itu, di diorama sudah dilengkapi dengan App AR yang bertujuan sebagai informasi tambahan,†tutur Drs. Burhanudin D. R., selaku arsiparis.
Menurut Pustakawan Trappsila Mugi Subyastini, S.I.Pust., kegiatan ini bertujuan mengenalkan asal-usul keistimewaan Yogyakarta kepada generasi muda khususnya siswa-siswi SMA Negeri 9 Yogyakarta. Ia menambahkan melalui sinergitas kegiatan sekolah dengan instansi pemerintah yang menaungi kegiatan-kegiatan edukasi diharapkan mampu mencetak generasi muda yang cerdas, taqwa, berbudaya, dan berdaya saing tinggi.(*)