Dia meyakini di tengah derasnya gempuran digitalisasi dengan hadirnya pendengung atau"buzzer" hingga influencer yang terkadang menjadi referensi masyarakat mendapatkan informasi, pers masih memiliki peran yang signifikan.
"Khususnya sebagai kekuatan publik yang merepresentasikan fungsi kontrol dan kritik rakyat terhadap jalannya roda pemerintahan. Dahsyatnya digitalisasi justru harus dijadikan tantangan bagi pers untuk memberikan pelayanan informasi yang mendalam, akurat, obyektif dan berimbang," ujarnya.
Bamsoet mengatakan pers sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, turut memiliki tanggung jawab membangun masyarakat sehat yang melek informasi.
Selain itu, menurut dia, pers juga sekaligus menjadi saringan atas maraknya informasi menyesatkan yang begitu mudah tersebar melalui media sosial hingga menjadi viral.
Dia memaparkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) hingga 5 Mei 2020 ditemukan sekitar 1.401 konten hoaks dan disinformasi terkait COVID-19.
"Ini sungguh memprihatinkan ketika kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat terhimpit dampak pandemi COVID-19, masih ada saja pihak-pihak tidak bertangggung jawab yang mencederai psikologis masyarakat dengan menyebarluaskan informasi menyesatkan," katanya pula.
Pers Indonesia harus bisa menyajikan informasi utuh berbasis fakta, sehingga jika ada masyarakat yang ragu terhadap informasi yang didapat dari media sosial, bisa mengonfirmasinya melalui pers.
Karena itu, menurut dia, pers tidak boleh ikut-ikutan menggunakan cara-cara bombastis umpan click (clickbait)Â hanya demi mengejar jumlah target pembaca.