JAKARTA, KRJOGJA.com - Terkait NKRI dan Pancasila, isu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila digulirkan LSI Denny JA, Selasa (17/07/2018). Setelah melalui survey pada 28 Juni-5 Juli 2018 dengan melibatkan 1.200 responden, hasil mengejutkan pun didapat.Â
Warga yang pro NKRI dan Pancasila terus merosot hingga 10% sejak 2005. Acuannya, warga yang pro NKRI dan Pancasila berada di angka 75,3%. Lalu, jumlah 85,2% pada 2005. Survei LSI menyebutkan ada beberapa indikator pemicu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila ini. Ada isu ekonomi dan munculnya paham alternatif. Paham alternatif ini menyebar melalui kelompok diskusi, organisasi, dan media sosial. Untuk membendung isu itu, sejak awal Jokowi sudah membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).Â
"Secara perinsip, Pak Jokowi ini sebenarnya sudah berhasil menyatukan Indonesia. Keberhasilan dan realisasi dari program-programya itu yang sebenarnya menyatukan Indonesia. Pak Jokowi fokus pada pembangunan luar Jawa. Hal ini menekan ketimpangan Jawa dan luar Jawa," ungkap Koordinator II SAMIJO Kabupaten Pangandaran Wowo Kustiwa, Rabu (18/7).
Pembangunan infrastruktur besar memang dilakukan Jokowi di luar Jawa. Sumatera akhirnya memiliki tol. Anggaran Rp16 Triliun juga disuntikan ke daerah perbatasan mulai dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Utara. Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam di Papua yang meliputi Sorong, Manokwari, Jayapura, dan Merauke. Infrastruktur jalan juga menghubungkan kota-kota di Papua.
Pebangunan Trans Papua juga dilakukan dengan panjang 4.320 kilometer. Tol ini menghubungkan kota-kota seperti Sorong, Manokwari, Wamena, Jayapura, hingga Merauke. Khusus untuk tol Timika-Oksibil bisa tersambung pada 2018 ini. Pada satu tahun awal kepemimpinannya, ada 15 pembangunan bandara baru di wilayah terluar Indonesia.
Lebih lanjut, LSI Denny JA pun memberi rekomendasi figur ideal bagi cawapres pendamping Jokowi. Idealnya Jokowi didampingi figur seorang negarawan yang bisa merangkul semua pihak. Bukan hanya itu, cawapres juga harus mampu merawat keberagaman. Wowo menambahkan, komposisi sipil-militer di Pilpres 2019 menjadi ideal untuk menjawab luasnya geografis Indonesia.
“Kami tidak akan mempermasalahkan siapa cawapres pendamping Pak Jokowi. Asal presidennya Pak Jokowi, isu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila bisa ditekan. Tapi, untuk memenuhi kebutuhan luasnya geografis Indonesia maka komposisi sipil-militer ini ideal. Artinya cawapres bisa dari kalangan militer. Kan banyak juga jenderal yang religius,†tegas Wowo lagi.