nasional

Syukur Ada Ramadan dan Mudik

Selasa, 11 Juli 2017 | 11:18 WIB

PENCENG bercerita kepada teman-temannya dan saya bahwa dia kebetulan diajak oleh Pakdenya menghadiri acara Halal Bihalal yang agak aneh.

"Aneh bagaimana?" Gendhon bertanya.

"Saya sih nggak tahu kalau aneh," jawab Pèncèng, "menurut Pakde saya itu aneh. Padahal semua itu teman-temannya sendiri. Mungkin teman-teman seprofesi atau pergaulan karena hobi, misalnya main golf, atau entah apa."

"Berarti Pakdemu termasuk yang aneh itu juga."

"Nggak. Justru dia yang punya feeling bahwa suasananya akan membuat dia canggung. Justru karena itu dia mengajak saya."

Pèncèng kemudian bercerita. Keanehan pertama adalah acara Syawalan itu suasananya seperti rapat rahasia. Bukan masing-masing hadirin membawa keluarganya. Ada sejumlah hadirin yang datang bersama anak istrinya, tetapi kaum perempuan dan anak-anak disediakan tempat sendiri yang lebih nyaman dibanding tempat Syawalannya. Rupanya mereka sudah cukup berpengalaman sebelumnya. Di tempat ibu-ibu dan anak-anak itu disediakan berbagai fasilitas yang lebih lengkap. Makanan lebih banyak, ada tempat bermain untuk anak-anak yang paket-paket mainannya mewah.

Di antara kaum lelaki atau bapak-bapak yang hadir ada kira-kira tiga generasi. Ada yang sudah sepuh, ada yang setengah baya, dan ada yang masih relatif muda, meskipun bukan remaja. Pèncèng belum bisa mempetakan ini komunitas apa. Kalau dibilang jaringan pejabat-pejabat negara, melihat potongannya banyak yang tampaknya bukan. Mungkin para pengusaha, tapi lagak laku mereka bermacam-macam. Ada yang seperti preman, ada yang seperti ustadz, ada yang pakai kaos seperti olahragawan. Entah masyarakat bagian mana ini. Tidak tercermin ada kesepakatan etika penampilan di antara mereka. Sangat bebas dan apa adanya sesuai dengan selera masing-masing.

Pakde saya ternyata juga hanya kebetulan diajak oleh salah seorang sahabatnya yang ketemu tak sengaja ketika olahraga lari pagi. Kemudian dia menyeret saya, untuk menemani dia menjalani sesuatu yang dia sendiri tidak begitu kenal dan paham. Kemudian ternyata acara yang berlangsung juga tidak sebagaimana lazimnya orang kumpul Syawalan. Tidak ada wajah Islamnya, tidak ada nuansa pasca-Ramadannya, tidak ada rasa Idul Fitrinya. Semua bersalam-salaman ketika datang dan ketemu, tapi jenis budayanya itu bukan salaman untuk bermaaf-maafan. Itu salaman biasa seperti ketemu di warung.

Halaman:

Tags

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB