Rekomendasi
Pertama, Untuk itu P2G menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan dalam rangka pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional nasional sebagaimana perintah UU Sisdiknas.
Kedua, P2G berharap Pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri dan independen yang berwenang melakukan evaluasi dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Ketiga, P2G merekomendasikan agar Evaluasi Pendidikan Nasional (apapun namanya) yang akan dilaksanakan harus dilakukan secara terpadu, bersifat low-stakes, tidak berbasis mata pelajaran, dan fokus pada foundational skills.
Keempat, Kemdikdasmen hendaknya fokus kepada evaluasi untuk pemetaan kompetensi mendasar siswa atau foundational skills yaitu: kompetensi literasi dan kompetensi numerasi. Sebab hasil tes terstandar nasional untuk menguji kemampuan dasar literasi dan numerasi dapat dijadikan alat ukur pemetaan mutu dan kompetensi murid secara nasional.
“Memang era Nadiem hingga sekarang ini sudah diadakan Asesmen Nasional (AN), tapi banyak kelemahannya", kata Iman.
Kelemahan AN:
1) metodologi pengambilan sampel yang kurang valid dan reliable. Sekolah dengan jumlah siswa 700 atau 50 siswa di kelas 11 SMA/MA/SMK, samplingnya sama yaitu 45 orang. 2) konten dan model soal AN merupakan kombinasi model soal PISA dan TIMSS. Padahal keduanya memiliki indikator penilaian yang berbeda. 3) AN menciptakan diskriminasi kepada guru dan siswa yang minim akses internet, perangkat digital, dan listrik.
Fakta lainnya, soal AN lebih sulit daripada soal PISA dan TIMSS.
"Tapi anehnya hasil nilai AN siswa secara nasional malah naik. Padahal hasil PISA menunjukkan skor Indonesia makin jeblok tahun 2022 lalu. Ini paradoksalnya AN," pungkas Iman.(ati)