Sementara Masruchah, Sekretaris Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia menyebut pentingnya hari kebangkitan dikaitkan dengan isu-isu kemanusiaan.
“Kebangkitan nasional Indonesia tidak semata bicara soal nasionalisme, tidak hanya semata bicara soal isu kebangsaan. Saya kira disini juga bicara soal isu kemanusiaan termasuk isu keadilan sosial, keadilan gender, isu non diskriminasi,” ujarnya.
Dalam pidato keulamaannya, Alissa Wahid menegaskan bahwa perempuan penting untuk ambil peran dalam berbagai ruang dan dimensi. Meski seringkali perempuan merasa takut untuk memulainya.
“Kita bukan tokoh dongeng dan mitos yang gagah berani dan penuh sifat kepahlawanan. Kita yang bukan tokoh mitos, yang punya anak, pasangan, dan keluarga, mengenal rasa takut. Tapi meskipun kita takut, kita harus jalan terus dan melompati pagar batas ketakutan tadi. Mungkin di situ martabat dan harga kita ditetapkan, dan ulama perempuan harus jalan terus dan melompati pagar batas ketakutan tersebut” tegasnya, mengutip perkataan dari KH. Abdurrahman Wahid.
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia adalah ajakan untuk membangun memori kolektif umat tentang peran perempuan dalam sejarah Islam Indonesia.
Ini bukan hanya tentang masa lalu, tetapi tentang masa depan yang lebih adil, setara, dan berkeadaban—dengan cahaya keulamaan perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari kebangkitan umat, kemuliaan bangsa, dan keberlangsungan semesta.(*)