KRjogja.com - Setelah nilai utang pemerintah tembus Rp9.138 triliun per Juni 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi kekhawatiran publik soal keberlanjutan fiskal negara.
Purbaya menyampaikan keyakinan bahwa fondasi fiskal Indonesia tetap kuat dan terjaga. Oleh karena itu, masyarakat diminta tidak panik terkait kemampuan negara membayar kewajiban.
Baca Juga: HUT ke- 75, DPRD Klaten Lebih Terbuka Responsif dan Inovatif
"Kenapa Anda khawatir tentang utang?" kata Purbaya ketika berbincang dengan ekonom INDEF Aviliani dalam forum Sesarehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
"Kata siapa? Kalau Anda belajar fiskal kan tahu rasio atau ukuran-ukuran satu negara bisa bayar utang seperti apa. Bayar mau atau mampu," imbuhnya.
Menurutnya, lembaga pemeringkat (rating agency) menilai ketahanan fiskal negara dari dua tolok ukur penting, yakni perbandingan defisit (deficit to GDP ratio) dan utang terhadap produk domestik bruto (debt to GDP ratio). Berdasarkan indikator itu, Indonesia masih dianggap berada dalam kondisi fiskal yang sehat.
Baca Juga: Jika Dulu Pemuda Bersumpah untuk Bersatu, Kini Pemuda PNM Bersumpah untuk Memberdayakan
"Kita lihat yang paling strict katanya di mana? Maastricht Treaty kan. Berapa deficit to GDP-nya? 3 persen. Debt to GDP ratio-nya yang dianggap aman 60 persen. Kita berapa? Deficit-nya di bawah 3 persen. Tax ratio-nya di bawah 40 persen. Jadi dengan standar internasional yang paling ketat pun, kita masih prudent (bijaksana)," terangnya.
Ia turut menyoroti perbandingan rasio utang Indonesia dengan sejumlah negara besar. Dengan rasio utang Eropa mendekati 100 persen, Amerika Serikat 100 persen, Jepang 275 persen, serta Singapura 90 persen, Indonesia dinilainya masih relatif aman.
Adapun Purbaya menegaskan komitmen pemerintah untuk mengendalikan defisit anggaran sehingga tetap berada pada level yang dianggap aman.
"Udah kita ajarin masyarakat bahwa kita aman. Dan saya enggak akan tembus 3 persen deficit to GDP ratio. Anytime soon enggak akan berubah, enggak akan saya ubah itu, saya akan jaga terus. Tahun ini, tahun depan," ujarnya.
Menurutnya, ruang untuk mengelola utang secara lebih fleksibel baru akan terbuka bila ekonomi nasional menguat di tahun-tahun mendatang. Ia menekankan bahwa pengeluaran besar pemerintah saat ini berfungsi sebagai mesin penggerak utama ekonomi.
Kementerian Keuangan melaporkan bahwa hingga pertengahan 2025, posisi utang pemerintah telah mencapai Rp9.138 triliun, sebagian besar dalam bentuk surat berharga negara (SBN) senilai Rp7.980 triliun, dan pinjaman sebesar Rp1.157 triliun.
Jumlah tersebut memang turun tipis dari Rp9.177 triliun pada Mei 2025, tetapi masih lebih tinggi dari capaian akhir 2024 sebesar Rp8.813 triliun. Adapun rasio utang terhadap PDB Indonesia tercatat 39,86 persen yang menandakan posisi fiskal yang relatif aman. (*)