nasional

Pendidikan Tinggi Dan Riset, Fondasi Utama Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 08:32 WIB
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, (Istimewa )

"Kita harus meyakinkan swasta bahwa investasi terhadap riset di universitas akan menghasilkan profit tinggi karena industri berbasis teknologi dan ide saintifik memiliki profit margin tertinggi," ujarnya.

 

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK, Ojat Darojat, menyebut akar persoalan daya saing inovasi Indonesia. Ia mengutip pandangan OECD yang menilai sistem pembelajaran Indonesia masih didominasi rote learning, yakni menghafal pengetahuan tanpa kemampuan menerapkan.

Pola tersebut pada gilirannya menghasilkan inert knowledge yang merujuk kepada pengetahuan yang tidak terkonversi menjadi inovasi dan solusi nyata. “Kita masih memproduksi pengetahuan, belum mengaplikasikannya,” ujar Ojat seraya memberikan penekanan soal perlunya pergeseran menuju pembelajaran berbasis critical thinking serta sesuai dengan kebutuhan industri.

Menurut data Global Innovation Index 2024 yang dirilis World Intellectual Property Organization (WIPO). Indonesia berada di peringkat 55 dari 139 negara, turun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Posisi ini menempatkan Indonesia di urutan keenam di ASEAN, jauh tertinggal dari Singapura (peringkat 5), Malaysia (34), Vietnam (44), Thailand (45), dan Filipina (50).

Baca Juga: Di UST Yogyakarta, GKR Hemas Ajak Mahasiswa Bersinergi Bangun Bangsa Lewat Penguatan Empat Pilar

Peringkat input inovasi Indonesia berada di posisi 60, sementara output inovasi di peringkat 59. Hal tersebut menunjukkan kesenjangan antara kapasitas riset dan hasil yang berdampak ekonomi.

Executive Director Yayasan Bicara Data Indonesia (YBDI), Yenny Bachtiar, menekankan bahwa tantangan brain drain tidak seharusnya dimaknai sebagai kehilangan semata, melainkan peluang untuk membangun brain gain melalui kemitraan yang terarah dan berkelanjutan.

“Kebijakan pendidikan dan riset harus dibangun dari data yang akurat, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya. Yenny menegaskan peran data sebagai “alat navigasi” kebijakan agar riset tidak berhenti di publikasi, melainkan berujung pada solusi pembangunan.

Baca Juga: Di UST Yogyakarta, GKR Hemas Ajak Mahasiswa Bersinergi Bangun Bangsa Lewat Penguatan Empat Pilar

Dari perspektif global, Program Manager Friedrich-Ebert Stiftung (FES), Rina Julvianty, menilai investasi berkelanjutan pada pendidikan, riset, dan inovasi—yang ditopang kemitraan multipihak—merupakan fondasi daya saing bangsa. Adapun FES memposisikan diri sebagai jembatan antara riset dan kebijakan publik, menghubungkan praktik baik internasional dengan kebutuhan nasional. (Lmg)

 

 

Halaman:

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB