REMBANG (KRjogja.com) – Warga ekonomi lemah mengeluhkan semakin mahalnya harga tanah di Kab. Rembang, sehingga kesulitan membangun rumah. Jangankan rumah, untuk membeli tanah saja masih belum mampu.
Sutejo (45), seorang pegiat sosial di Rembang menganggap kompleks perumahan yang dikelola swasta, harganya terlalu mahal. Tipe rumah paling kecilpun, menurutnya bagi kalangan ekonomi lemah tetap sulit terbeli. Ia mengamati kaum kapitalis sudah menguasai sebagian lahan, termasuk sampai di pinggiran kota. Harga tanah kemudian dijual lagi dengan harga tinggi, bahkan menembus Rp 500 ribu – 1 juta per meter.Â
Sutejo mengusulkan supaya Pemkab Rembang membuat kawasan kampung singgah. Masyarakat ekonomi lemah bisa tinggal di rumah kampung singgah. Saat mereka sudah mempunyai penghasilan untuk membeli rumah, harus mau keluar dan posisinya digantikan oleh orang lain.
Menanggapi hal itu, Bupati Rembang, Abdul Hafidz, Senin (10/4) mengatakan masuknya investor yang mendirikan pabrik – pabrik besar di daerahnya, secara otomatis mendongkrak harga tanah. Semisal di desa Tegaldowo Kec. Gunem, pasca pendirian pabrik semen PT. Semen Indonesia. Era tahun 2000 an, per hektar tanah hanya laku rata – rata Rp 3 juta, sekarang sudah meningkat pesat antara Rp 500 juta sampai hampir Rp 1 miliar.
“Pemkab Rembang tentu tidak bisa menghalangi warga menaikkan harga tanah, karena merupakan hak pribadi masing – masing. Apalagi dari sisi ekonomi, kondisi tersebut menguntungkan masyarakat. Untuk mengurangi kesenjangan sosial, dihimbau masyarakat membiasakan diri menabung†Kata Bupati.
Menyangkut usulan kampung singgah, Pemkab Rembang belum mempunyai gagasan kearah sana. Selain mesti mengkaji regulasi aturan, hal itu juga berkaitan dengan tekhnis operasional. Dikhawatirkan ketika warga masuk kampung singgah, akan keenakan dan tidak mau pindah. Pemkab Rembang saat ini memilih fokus membedah rumah tidak layak huni, targetnya tiap tahun 3 ribu unit rumah direnovasi. (Ags)