BANTUL, KRJOGJA.com - Dua dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Mutia Hariati Hussin dan Ratih Herningtyas melalui program pengabdian masyarakat menyelenggakan kegiatan revitalisasi Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) Baitul Maghdis di Karang Tengah Tirtonirmolo Kasihan Bantul. Kegiatan tersebut berlangsung selama tiga bulan mulai Februari hingga April mendatang.
Rati Herningtyas mengatakan, kegiatan ini didorong dari persoalan seperti mendapatkan pengajar yang berkualitas, keberlanjutan program yang rendah dan keterbatasan sarana dan prasarana. Hal itu juga dihadapi oleh pengurus PKK/Dawis Sakura RT 3 Karang Tengah yang sejak bulan Januari 2019 menginisiasi terbentuknya TPA Baitul Maghdis.
Dalam perjalanan TPA. Setelah berjalan beberapa bulan, tingkat kehadiran para santri mulai mengalami kemunduran dan konsentrasi pada kegiatan pembelajaran TPA juga berkurang. Persoalan tersebut diduga berasal dari pengelolaan yang masih bertumpu pada guru yang hanya berjumlah 1 (satu) orang berpotensi mengganggu proses belajar ketika guru berhalangan hadir, kegiatan yang belum terencana dengan sistematis karena belum adanya kurikulum pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran yang kurang variasi.
Menurut Ratih, kegiatan revitalisasi ini meliputi training for trainer bagi pengurus TPA untuk menyediakan alternatif pendamping atau pengajar jika Guru TPA berhalangan. Melakukan Forum Group Discussion (FGD) untuk penyusunan kurikulum TPA sebagai acuan pembelajaran bagi TPA. Serta menyediakan variasi media/alat pendukung pembelajaran, sebagai sarana mengembangkan variasi kegiatan pembelajaran sekaligus sebagai sarana menarik perhatian peserta untuk selalu datang dalam kegiatan TPA.
Pada Senin (2/3/2020), kegiatan yang merupakan bagian dari Program Kemitraan Masyarakat UMY yang dikoordinir  Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) UMY ini telah dilaksanakan pelatihan pertama bagi para pengurus TPA berupa pelatihan memainkan alat musik Rebana yang telah disediakan oleh dosen sebagai sarana alternatif pembelajaran. Menurut Mutia, Rebana dianggap sebagai alat musik yang memiliki fungsi ganda.
“Selain bisa dimainkan sebagai alat musik untuk menghibur dalam pentas atau pertunjukan, rebana juga bisa menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran yang menarik bagi anak-anak†jelas Mutia.
Dalam pelatihan ini, pengurus TPA akan diajarkan terlebih dahulu penggunaan alat musik ini dan bagaimana pemanfaatannya sebagai media pembelajaran, dan selanjutnya merekalah yang akan mengajarkannya pada santri-santri TPA selanjutnya.
Hal ini dilatarbelakangi pertimbangan keberlanjutan TPA. Seperti yang disampaikan oleh Ratih, “ training for trainer menggunakan rebana ini menargetkan pengurus TPA dengan tujuan untuk menjaga keberlanjutan kegiatan TPA, supaya tidak tergantung pada guru yang ada, sekaligus menjadi alternatif kegiatan yang menarik bagi para santri,†ujarnya. (*)