YOGYA, KRJOGJA.com -Â Minimnya literasi digital di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital memberikan dampak negative, dengan masih banyaknya masyarakat yang membagikan berita hoaxs tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu.
Peduli akan hal tersebut Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) menggelar webinar bertajuk Memperkuat Kegiatan Fact- Checker di Indonesia dan membahas perlunya perlindungan terhadap pemeriksa fakta jurnalis atau non jurnalis di Indonesia (28/3). Dengan menghadirkan pembicara Eko Juniarto (Pendiri sekaligus presidium MAFINDO), Esther Chan (Jurnalis digital dari Hong Kong yang terkumpul di organisasi periksa fakta Internasional atau first draft) dan Adi Marsiela (Koordinator cekfakta.com).
Saat ini media di Indonesia bahkan dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) aktif terlibat untuk melakukan periksa fakta terhadap sebuah informasi, sehingga dapat membantu masyarakat untuk menemukan berita atau informasi yang benar. Oleh sebab itu penting bagi kita semua untuk melakukan periksa fakta terhadap berita atau informasi yang kita terima dan mendukung kegiatan periksa fakta di Indonesia untuk menangkal maraknya penyebaran hoaks.
Kegiatan periksa fakta ini tentu bukan sebuah hal yang mudah, beberapa kali kita temui bahwa masih sering terjadi serangan di media digital dari orang yang tidak menyukai kegiatan periksa fakta oleh jurnalis maupun non jurnalis. Sayangnya, hingga saat ini masih belum ada aturan atau hukum yang mengatur perlindungan terhadap pemeriksa fakta jurnalis maupun non jurnalis di Indonesia hingga beberapa kali mendapatkan perlakuan yang kurang baik di media digital.
Eko Juniarto, Presidium MAFINDO mengungkapkan “bahwa fact-checker yang ada di MAFINDO beberapa kali menerima serangan dari orang yang tidak menyukai kegiatan Pemeriksa Fakta MAFINDO. ini tentu menjadi perhatian dan memerlukan adanya organisasi atau badan yang menaungi pemeriksa fakta dan jurnalis dalam melakukan periksa fakta di Indonesia. MAFINDO berharap melalui diskusi ini ada sebuah badan yang menaungi kegiatan periksa fakta di Indonesia dan membuat standarisasi terkait periksa fakta sehingga dapat melindungi kegiatan periksa fakta.â€
Esther Chan, Digital Journalist, Editor Specialised in APAC/ANZ menambahkan pengalamannya melakukan periksa fakta kadang kala tidak terlihat memiliki impact pada kehidupan masyarakat atau orang lain percaya. Butuh waktu lama untuk mempublikasikan hasil periksa fakta, tapi sebenarnya ada alasan untuk melakukan itu, karena Anda harus melakukannya dengan benar, harus mendapatkan semua fakta, dan semua bukti untuk membuktikan bahwa itu adalah berita benar.
Sedangkan Adi Marsiela, mengungkapkan “ancaman digital tidak hanya mengancam pemeriksa fakta atau jurnalis, tapi seluruh warga negara. Kenapa? Kita dapat lihat, bahwa warga biasa pun bisa terkena ancaman kekerasan digital, dan latar belakangnya adalah aturan hukum yang memungkinkan orang untuk melaporkan orang lain atas aktivitas di media sosial terkait kebebasan berekspresi.
Adanya organisasi atau badan yang menaungi jurnalis dan non jurnalis yang melakukan periksa fakta tentu akan memperkuat gerakan periksa fakta di Indonesia, terlebih dari kalangan masyarakat yang selama ini juga terlibat dalam melakukan kegiatan periksa fakta.
Dengan adanya webinar ini diharapkan dapat mengangkat diskursus dan mendorong usaha-usaha untuk meningkatkan perlindungan terhadap pemeriksa fakta di Indonesia dan penyeragaman prosedur kegiatan periksa fakta baik dari jurnalis dan non jurnalis yang di dalamnya memberikan panduan alur kerja cek fakta, termasuk di dalamnya pembuatan konten periksa fakta yang ramah terhadap disabilitas.