peristiwa

Tindak Kekerasan Dialami Nakes Sardjito, Komisi D DPRD DIY Ungkap Hal Ini

Selasa, 26 Agustus 2025 | 11:50 WIB
RV Dwi Wahyu (ISTIMEWA)


Krjogja.com - YOGYA - Kasus kekerasan yang menimpa dokter residen anestesi di RSUP Dr Sardjito oleh keluarga pasien yang meninggal dunia mendapatkan perhatian. Meski kasus tersebut telah berakhir damai dan ada permintaan maaf dari keluarga pasien, namun diharapkan hal serupa tidak lagi terjadi di kemudian hari.

Keluarga pasien yang diketahui bersedih dan diduga kecewa dengan apa yang dilakukan para dokter saat sang ibunda meninggal dunia dalam perawatan, melakukan aksi tak terpuji memukul salah satu nakes pada 23 Agustus dinihari. Nakes mendapat pendampingan dari pihak RSUP Dr Sardjito dan membawa kasus tersebut pada ranah hukum.

Namun pada mediasi 25 Agustus, keluarga pasien menyampaikan permintaan maaf dan kasus resmi berakhir damai. Pun demikian, catutan nama Direktur Utama RSUP Dr Sardjito yang sempat terucap dari keluarga pasien tersebut tidak benar dan berdasar.

Baca Juga: Sengketa Biodiesel di WTO, Indonesia Kalahkan Uni Eropa

Ketua komisi D DPRD DIY, RB Dwi Wahyu mengatakan kekerasan adalah ekspresi yang lebih mengedepankan aspek emosional, dibanding rasional. Kekerasan tidak berdiri sendiri karena perilaku tersebut merupakan rangkaian ekosistem yang kompleks.

"Mulai stres terhadap tuntutan realitas, sehingga munculnya kelelahan mental, ketidakpercayaan terhadap institusi/personal, hingga direproduksi oleh sistem kultural yang akut. Namun, terlepas dari itu. Kita harus menyepakati, apapun itu, tindak kekerasan di ranah pendidikan, hingga kesehatan harus berada di titik 0," ungkap Dwi Wahyu, Selasa (26/8/2025).

Dwi Wahyu menjelaskan, institusi pendidikam dan kesehatan adalah pelayanan dasar warga dalam konteks kesejahteraan. Oleh karena itu, perlu adanya perlindungan hukum bagi profesi atau lembaga yang menaungi hal tersebut.

Baca Juga: Harga Emas Berpeluang Tembus USD 4.600, Ini Faktornya

"Di konteks ini profesi strategis, seperti dokter dan guru harus mendapat perlindungan khusus. Dengan model perlindungan yang terukur, petugas pendidikan (guru) atau kesehatan (dokter, perawat dll) harus dipastikan terhindar dari model kekerasan, agar mereka mampu memberikan pelayan terbaik dalam menunjang sektor pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat," tegasnya.

Di sisi lain, Dwi Wahyu sepakat bahwa aspek kepercayaan di konteks pelayanan publik, juga harus ditingkatkan. Memunculkan model kurikulum kesehatan yang responsif terhadap sistem pelayanan sekolah dan rumah sakit (link and match) adalah strategi lain yang juga diperlukan, agar para guru dan dokter mampu adaptif terhadap berbagai teror, melalui proses komunikasi yang persuasif dan simpatik.

"Dengan begitu, harapannya kedua kepentingan (pelayanan publik dan perlindungan konsumen) mencapai kurva keseimbangan. Perlindungan hukum baik pihak rumah sakit dan lembaga pendidikannya hrus diperjelas supaya tercipta psikologi yang kondusif. Saya tegas menolak berbagai tindak kekerasan. Marilah mulai membangun kesadaran dialog, agar terbangun masyarakat yang rasional dengan mengatakan Zero Bulliying oleh siapapun dan dimanapun," pungkas Dwi Wahyu. (Fxh)

 

Tags

Terkini

Menteri Agama Luncurkan Dana Paramita bagi ASN Buddha

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:21 WIB

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

Unpad Bandung Juara I UII Siaga Award 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:30 WIB