"Peserta dari daerah-daerah, bahkan dari tempat terpencil seperti Minahasa sudah menunjukkan kemajuan signifikan," ujarnya.
Mainaky juga menyoroti tantangan pembinaan pasca-audisi.
Meski jumlah peserta audisi mencapai ribuan, kesulitan muncul saat mencari atlet yang mampu melaju hingga Pelatnas.
"Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama agar atlet yang lolos audisi dapat terus berkembang," katanya.
Dalam penilaian tim pencari bakat, footwork, grip yang benar, serta daya juang di lapangan menjadi indikator utama.
Sikap dan attitude juga sangat diperhatikan, terutama saat tahap karantina.
"Banyak atlet yang gagal tidak karena kemampuan, tetapi karena attitude yang kurang baik," ungkapnya.
Sistem gugur di babak screening memang memunculkan situasi unik, di mana hasil pertandingan yang ketat tidak selalu mencerminkan kualitas yang sesungguhnya.
Dari segi kualitas, hampir semua peserta memiliki teknik pukulan dan footwork yang merata, tak peduli berasal dari daerah manapun.
Pada hari pertama screening, beberapa peserta sudah menunjukkan potensi menonjol, seperti anak kembar dari Menado.
Namun, penilaian final tetap harus menunggu proses seleksi lebih lanjut.
Pembinaan atlet muda idealnya dimulai sejak usia 7–8 tahun agar teknik dasar dan mental bertanding dapat terbentuk secara optimal.
"Beberapa nama muda seperti Felisha di ganda campuran dan Alwi di tunggal putra menjadi harapan masa depan, namun diperlukan dukungan sistem pembinaan yang lebih solid," paparnya.
Program Director Bakti Olahraga Djarum yang juga Ketua Umum PB Djarum menegaskan, secara keseluruhan, Audisi Umum PB Djarum 2025 bukan hanya sekadar seleksi atlet muda, melainkan juga barometer perkembangan bulutangkis Indonesia.
"Dari ribuan peserta, kami harapkan lahir bibit-bibit unggul yang kelak dapat mengharumkan nama bangsa di kancah dunia," tandas Yoppy. **