Krjogja.com – Beksan Wirayuda merupakan tarian yang ikut mewarnai acara Uyon-uyon Hadiluhung yang diselenggarakan oleh Kraton Yogyakarta. Beksan Wirayuda, sebagai sebuah karya seni tari yang memukau dari Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10, menampilkan sejumlah keunikan yang membuatnya menjadi salah satu pertunjukan yang luar biasa dan memikat.
Pada tanggal 22 Januari 2024, atau 10 Rejeb 1957 Jimawal, Kagungan Dalem Bangsal Kasatriyan akan menjadi saksi dari rangkaian acara yang memukau. Yakni Uyon-uyon Hadiluhung.
Uyon-Uyon Hadiluhung tak hanya menampilkan komposisi gendhing yang memesona, tetapi juga menyuguhkan pertunjukan Beksan Wirayuda yang menggambarkan kisah epik dari wiracarita Mahabarata.
Baca Juga: Player Escort di Laga PSIM vs Persiraja, Kesan Mendalam dari Panti Asuhan Yatim Putra Islam Giwangan
Salah satu sorotan utama dari Uyon-Uyon Hadiluhung 2024 adalah pertunjukan Beksan Wirayuda. Merupakan Yasan (karya) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10, Beksan Wirayuda menggambarkan pertarungan epik antara Raden Burisrawa dan Raden Antareja, yang terinspirasi dari lakon Sumbadra Larung dalam Mahabarata.
Inspirasi dari lakon ini memberikan nuansa dramatis dan penuh emosi pada pertunjukan, menciptakan momen-momen yang menarik perhatian penonton. Kisah yang diceritakan melalui Beksan Wirayuda diilhami oleh lakon Sumbadra Larung.
Pada suatu masa, Raden Burisrawa dari Cindekembang terjerat dalam cinta yang mendalam kepada Dewi Sumbadra, istri Raden Arjuna. Dalam kisah ini, Raden Burisrawa, yang begitu kasmaran dengan Dewi Sumbadra, istri Raden Arjuna, menggunakan beragam cara untuk merebut hatinya.
Pertolongan tak terduga dari Raden Antareja, putra Raden Werkudara dari Jangkarbumi, menjadi puncak dari perjalanan cinta yang rumit ini. Namun, pertolongan tersebut memicu perseteruan dengan Raden Gathotkaca, yang sebelumnya ditugaskan mencari Dewi Sumbadra.
Baca Juga: Aturan yang Harus Dipahami dan Diperhatikan dalam Pemasangan Spanduk Capres Cawapres
Beksan Wirayuda menjadi sebuah karya yang indah dengan gerak tari yang megah. Tokoh Burisrawa menggunakan ragam gerak bapang sementara Antareja menggunakan ragam gerak kambeng.
Nama "Wirayuda" diambil dari bahasa Sanskerta, mencerminkan kegagahan dan keberanian dalam peperangan.
Dalam tarian ini, keberanian tokoh Burisrawa tercermin melalui ragam gerak bapang, sementara tokoh Antareja menampilkan keberanian dengan ragam gerak kambeng.
Senjata yang digunakan, pedang oleh Burisrawa dan gada oleh Antareja, menjadi simbol kekuatan dan keterampilan dalam medan perang. Senjata-senjata ini tidak hanya menjadi alat untuk berperang, tetapi juga menyampaikan karakteristik dan kepribadian dari masing-masing tokoh.
Beksan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kepahlawanan dan cinta yang mendalam.