"Saya barusan di-bully orang. Saya dikabarin salah seorang yang bertamu, Gus ini ada pertanyaan, Gus. Gus Iqdam kok malah bagi-bagi uang. Uang kok dihambur-hamburkan?," cerita Gus Iqdam yang kurang lebih seperti itu jika menggunakan Bahasa Indonesia.
Gus Iqdam mengklarifikasi bahwa apa yang dilakukannya bukan menghamburkan uang, melainkan bagian dari amanah yang diberikan oleh sebagian jemaah.
Dalam penjelasannya, Gus Iqdam menegaskan bahwa uang yang ia bagikan merupakan titipan dari orang-orang yang ingin bersedekah.
Ia juga menyampaikan bahwa amanah dari sebagian jemaahlah yang mendorongnya untuk terus membagikan uang tersebut.
"Itu semua, yang saya bagikan adalah titipan orang (jemaah). Amanahnya kan suruh membagikannya kepada jemaah, ya saya bagikan. Saya tidak berani amanah untuk membagikan malah dibuat untuk membangun (majelis)," tambah Gus Iqdam.
Gus Iqdam menjelaskan bahwa setiap pengajian, uang yang telah terkumpul dari amanah jemaah dibagikan sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa kali, uang yang dimasukkan dalam amplop pembungkus juga diberi tulisan sebagai tanda keamanan dan kebenaran dari amanah tersebut.
Gus Iqdam merasa dilema, karena tidak membagikan uang dianggap pelit, sementara jika membagikan uang dianggap menghambur-hamburkan.
Kontroversi ini mencerminkan dilema sosial di mana tindakan baik seringkali dipersepsikan secara negatif.
Bagi Gus Iqdam, bersedekah bukanlah sekadar membagikan uang, melainkan menjalankan amanah dan tanggung jawab sebagai pemimpin Majelis Ta'lim.
Keputusan Gus Iqdam untuk tetap membagikan uang, meski dihadapkan pada kritik, menunjukkan keteguhan hatinya untuk terus berbuat kebaikan.
Semoga melalui kontroversi ini, masyarakat dapat lebih memahami dan menghargai upaya Gus Iqdam dalam menyebarkan kebaikan.
Sebagai pemimpin yang berdedikasi, Gus Iqdam mengajarkan bahwa kebaikan tetaplah bernilai, meskipun terkadang harus melewati badai kritik dan bully-an dari sekitarnya. (*)