KRjogja.com - Memasuki Awal tahun 2024, sejumlah fenomena bullying menjadi tren bagi anak-anak dan kaum muda di Indonesia.
Bukan tanpa alasan, melainkan bullying terjadi karena beram sebab yang sebenarnya dapat diatasi permasalahanya.
Bullying memang terjadi bukan hanya di Indonesia saja. Melainkan menjerat beberapa anak muda di seluruh dunia.
Kegiatan semacam perundungan tersebut umumnya terjadi pada lingkungan sekolah atau tempat yang kurang mendapatkan prioritas tertentu.
Bagi sosiologi, faktor tindakan perundungan dapat dijelaskan secara kronologis yang memiliki akar permasalahannya.
Perundungan ini terjadi banyak aspek yang kompleks, bukan hanya sebuah tindakan seorang individu yang terkesan nakal semata.
Baca Juga: Besaran Bonus Medali PON Diusulkan Naik
Bagi sosiologi, bullying terjadi dari hasil struktur sosial yang ada. Seorang yang cenderung berada pada tatanan hierarkis akan beranggapan dirinya berhak populer atau lebih kuat dari lainnya.
Sosiologi juga mengungkapkan bullying juga ada kaitannya dengan identitas sosial. Di mana identitas sosial akan membentuk proses interaksi dengan orang lain.
Bullying dalam sosiologi dapat diwujudkan pada langkah mempertahankan atau saling kuat-kuatan antar kelompok. Dalam hal ini, satu kelompok ingin terlihat superior dari kelompok lainnya.
Bagi sosiologi, tindakan menantang atau menguji teman sebagai perilaku lumrah. Proses tersebut bagian dari upaya sosialisasi menunjukkan identitas diri.
Seorang tokoh sosiologi, Pierre Bourdieu mengungkapkan bullying dalam teori interaksionisme simbolik. Di mana teori tersebut mengungkapkan bahwa saat stereotip dilemparkan kepada orang lain akan mempengaruhi cara orang itu diperlakukan. Bullying juga merupakan bentuk seseorang mempertahankan kekuasaannya.
Bullying dapat mengakibatkan dampak buruk bari seseorang, baik pelaku maupun korban. Diantara dampak bullying bagi adalah menjadi pribadi yang penuh kecemasan, takut, dan mengganggu stabilitas interaksi sosialnya.
Adapun cara mengatasi bullying adalah memperbesar kegiatan positif bagi seseorang, berikan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat, peran pendidikan dalam membangun kebijakan.
Kebijakan lain yang dapat dijalankan adalah membangun program inklusivitas keberagaman bukan hanya soal spiritualitas, tapi moral seseorang harus dibentuk.
Mengatasi bullying bagi sosiologi sangatlah kompleks, tidak boleh disalahkan satu pihak saja. Harus adanya kerjasama holistik dari berbagai sudut dan aspek. Baik pemerintah, masyarakat maupun keluarga. (*)