KRjogja.com - DALAM pidato setelah dilantik, Presiden Prabowo Subianto menjanjikan bahwa Indonesia akan mencapai swasembada energi dalam waktu 4-5 tahun. Bahkan sebelum pelantikan, Prabowo sudah menyatakan komitmenya untuk mencapai kedaulatan energi melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan menggunakan sumber daya energi yang tersedia berlimpah-ruah di Indonesia.
Presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi) sesungguhnya juga mempunyai program serupa dengan program swa-sembada energi Prabowo. Program Jokowi, yang dikenal dengan program transisi energi. Program itu berupaya untuk mengalihkan penggunaan energi fosil, yang mengotori lingkungan beralih ke EBT, yang lebih ramah lingkungan. Namun, setelah sepuluh tahun berjalan, program transisi energi Jokowi dinilai gagal. Indikatornya, target bauran EBT ditetapkan sebesar 23% pada 2025 dipastikan tidak dapat dicapai lantaran pada akhir 2023 bauran EBT baru mencapai 12,8%.
Upaya itu dibutuhkan komitmen jangka panjang karena mengembangkan riset (R&D) membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Komitmen Prabowo untuk mencapai swasembada energi harus ditindak-lanjuti oleh menteri-menteri terkait Kabinet Merah Putih secara konsiten dan berkelanjutan, di antaranya dengan mengupayakan teknologi dan inovasi. Tanpa upaya serius dan terus menerus, komitmen Prabowo yang disampaikan pada pidato perdana sebagai Presiden untuk mencapai swasembada mustahil dicapai dalam waktu 4-5 tahun.
Baca Juga: Hadapi Tuntutan Para Santri, Kapolda DIY: Tidak Boleh Lagi Ada Izin Miras
Tekan Emisi Karbon dengan Teknologi Co-firing
Teknologi Co-firing yang diinisiasi PT PLN (Persero) dinilai mampu menekan emisi karbon dalam mendukung transisi energi untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE). Co-firing tidak hanya mampu mengurangi emisi karbon, tetapi juga memberdayakan masyarakat dalam pengolahan bahan biomasa sehingga dapat mengembangkan ekonomi kerakyatan.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi di Yogyakarta, Kamis (24/10/2024) menyebutkan Co-firing adalah program PLN untuk menggantikan sebagian batu bara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa, seperti pellet kayu, sampah, cangkang sawit dan serbuk gergaji, pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Di era transisi energi, inovasi co-firing PLN cukup signifikan dalam menekan emisi karbon dalam penyediaan energi yang lebih ramah lingkungan. Sepanjang 2024, Co-firing pada PLTU mampu mereduksi emisi karbon hingga 1,05 juta ton CO2 dan memproduksi energi bersih sebesar 1,04 Terawatt hours (TWh)," paparnya.
Penggunaan co-firing selama 2023 sebut Fahmy telah meningkat jika dibandingkan realisasi pada 2022. Dalam mereduksi emisi karbon, PLN mampu menambah pengurangan emisi hingga 450.000 ton CO2. Produksi energi bersih pun tumbuh hingga lebih dari 77 persen dari realisasi 2022 sebesar 575 Gigawatt hours (GWh).
"Co-firing tidak hanya menghasilkan listrik andal, namun tetap murah bagi masyarakat. Lebih dari itu, co-firing juga mendorong perekonomian kerakyatan lewat keterlibatan langsung masyarakat dalam pengembangan biomassa," imbuhnya.
Berdasarkan data 2023, PLN berhasil menyerap 1 juta ton biomassa untuk 43 PLTU di Indonesia, meningkat 71 persen dibandingkan 2022. PLN terus melakukan pengembangan teknologi co-firing hingga dapat digunakan secara penuh di seluruh Indonesia. Hingga 2025, PLN menargetkan program co-firing bisa dilakukan pada 52 PLTU dengan kebutuhan biomassa mencapai 10 juta ton dan mampu menurunkan emisi sebesar 11 juta ton CO2e per tahun.
Capaian PLN dalam penggunaan co-firing akan memperbaiki bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai gagal mencapai target bauran EBT ditetapkan dalam program transisi energi. Target bauran EBT yang ditetapkan sebesar 23% pada 2025 tidak akan tercapai lantaran pada akhir 2023 masih mencapai 12,8%.
Dan presiden terpilih Prabowo Subianto harus memperbaiki capaian target bauran EBT dalam program transisi energi. Untuk itu perlu diprioritaskan penerapan tidak hanya co-firing, tetapi juga mengembangkan inovasi EBT dengan menggunakan resources EBT yang tersedia berlimpah di Indonesia, sehingga NZE dapat dicapai pada 2060 nantinya.
Baca Juga: DIY Harus Menjadi Pusat Keteladanan Pancasila di Indonesia