Ibnu Hajar Al-Asqalani pada akhir pembahasan amal pada Hari Tasyrik mengutip riwayat hadits yang menganjurkan umat Islam untuk membaca tahlil, tahmid, dan takbir.
وقد وقع في رواية بن عمر من الزيادة في آخره فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّحْمِيْدِ وَالتَّكْبِيْرِ
Artinya: “Pada riwayat Ibnu Umar ada tambahan kalimat di akhir, ‘Perbanyaklah tahlil, tahmid, dan takbir pada Hari Tasyrik,’” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/529).
3. Melaksanakan Amalan Lainnya
Al-Asqalani mengutip pendapat Ibnu Abi Jamrah. Menurutnya, Islam tidak menentukan amal atau dzikir tertentu pada Hari Tasyrik. Menurutnya, amal apapun asal dilakukan pada Hari Tasyrik tetap lebih utama daripada amal yang sama di luar Hari Tasyrik.
وقال بن أبي جمرة الحديث دال على أن العمل في أيام التشريق أفضل من العمل في غيره
Artinya: “Ibnu Abi Jamrah mengatakan, ‘Hadis ini menunjukkan bahwa amal apapun pada Hari Tasyrik lebih utama daripada amal yang sama di luar Hari Tasyrik,’” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/527).
Pada prinsipnya, Hari Tasyrik memang waktu istimewa untuk ibadah sehingga apapun amal ibadahnya asal dilakukan pada waktu-waktu yang istimewa maka ganjarannya juga istimewa. Hadis riwayat Imam Bukhari di atas menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan waktu-waktu tertentu, sebagaimana Dia mengistimewakan tempat-tempat tertentu.
وأن الغاية القصوى فيه بذل النفس لله وفيه تفضيل بعض الأزمنة على بعض كالأمكنة
Artinya: “Tujuan tertinggi dari hadis ini adalah penghambaan diri sepenuhnya kepada Allah. Hadis ini juga menjadi dalil pengutamaan waktu-waktu tertentu dalam ibadah dibanding waktu lainnya, sebagaimana pengistimewaan tempat-tempat tertentu,” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/528). Wallahu a’lam.