Mencerna Makna Culture Shock alias Gegar Budaya

Photo Author
- Kamis, 25 September 2025 | 10:20 WIB
Ilustrasi culture shock (uici.ac.id)
Ilustrasi culture shock (uici.ac.id)

Krjogja.com — Stasiun televisi swasta, RCTI, baru-baru ini merilis sinetron baru berjudul "Culture Shock". Sinetron ini berkisah tentang seorang remaja asal Muara Enim yang merantau ke Jakarta guna menempuh pendidikan.

Sesuai judulnya, si tokoh yang bernama Riko itu mengalami perasaan culture shock atau gegar budaya di lingkungan barunya. Ia harus menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial ala kota metropolitan.

Baca Juga: 4 Nama Mengejutkan di Skuad Timnas Indonesia untuk Kualifikasi Piala Dunia 2026

Sejatinya, fenomena culture shock memang lazim terjadi pada banyak orang. Saat memasuki lingkungan baru, umumnya orang akan mendapati tantangan tertentu dalam proses adaptasinya.

Samovar (2017) menyebut culture shock dengan disillusionment. Situasi ini merupakan sebuah tekanan mental maupun fisik yang seseorang alami saat memasuki lingkungan baru.

Sementara, Kalervo Oberg (1960) menerjemahkan culture shock sebagai kecemasan seseorang atas hilangnya identitas keluarga akibat proses sosial.

Baca Juga: Kejutan di Skuad Garuda: Zijlstra, Sananta, hingga Duo Senior Masih Dipercaya

Ringkasnya, seseorang yang menghadapi situasi dan lingkungan baru secara sadar dihadapkan pada keharusan untuk beradaptasi (adjustment).

Karenanya, Zheng & Berry (1991) memilih istilah acculturative stress ketimbang culture shock untuk menunjuk situasi yang sama. Bagi keduanya, proses kontak dengan budaya baru menuntut proses negosiasi akulturatif yang dimotori oleh perasaan stres.

Namun, dalam pandangan Zheng dan Berry, stres tidak melulu hal buruk. Seringkali, stres dapat berarti positif, yakni memicu seseorang untuk bisa bersikap cair dengan lingkungan barunya.

Tanpa kehilangan identitas aslinya, seperti disinggung Oberg, stres yang positif ini akan mendorong seseorang untuk memulai proses akulturasi. Oberg (1954) memperkenalkan model U-continuum yang mencakup empat tahapan / fase akulturasi seseorang.

Fase pertama ialah tahap bulan madu (honeymoon). Di titik ini, seseorang merasa bahagia dengan lingkungan barunya.

Segalanya terasa luar biasa. Perbedaan antara lingkungan baru dan lingkungan lamanya begitu terasa dan ia menikmatinya.

Selanjutnya, setelah fase bulan madu ini, seseorang akan mulai masuk fase kedua, yakni fase penolakan (rejection).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Jadwal Puasa Rajab 2025-2026 dan Bacaan Niatnya

Sabtu, 20 Desember 2025 | 18:40 WIB

Mengumpat Bisa Bikin Tubuh Makin Pede?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:40 WIB
X