Krjogja.com — Bagaimana puisi mencabik kehidupan dalam kesangsian dan protesnya terhadap Sang Sublim?
Sementara, hidup senantiasa penuh baju absurdisme yang silih berganti antara sakit dan sembuh, racun lalu obatc, juga pahit yang bersalin getir.
Baca Juga: Klaten Raih Penghargaan Pariwara Anti Korupsi dari KPK
Tema-tema Nietzschean dan absurd ala Albert Camus itulah tonjolan pesan yang mewajah kala membaca antologi puisi bertajuk “Merapi”.
Buku yang baru saja terbit oleh Penerbit Onepeach Media, Jakarta, itu merupakan kumpulan puisi karya sastrawan muda Jogja, Emka Mutaqin.
Tak kurang dari 38 judul puisi tersusun manis dalam buku setebal 80 halaman tersebut.
Baca Juga: Fadli Zon Dukung Pengembangan Musik dan Budaya di Malioboro
Berbekal sampul hard cover yang tegas dengan desain berupa sebuah gedung tua meninggi khas Eropa, tampilan buku “Merapi” tampak begitu elegan.
Kesan absurd langsung memancar dari bagian sinopsisnya yang secara terang benderang mengutip pidato Camus saat penganugerahan Novel Sastra tahun 1957.
Isi dan tema dalam antologi ini terbilang begitu kaya, berwarna-warni, juga mungkin meloncat-loncat khas seorang Nietzschean.
Friedrich Nietzsche, filsuf dan sastrawan kenamaan Jerman, memang masyhur dengan gaya tulisan aforistiknya.
Tentu berlebihan untuk menyandingkan Merapi dengan mahakarya Nietzsche yang bejubel dan begitu kuat di level diskursus sastra dunia.
Namun, keberanian untuk mengungkap tema-tema paling sensitif seperti ketuhanan dengan pertanyaan-pertanyaan menantang tentu patut ditanggapi serius.
Selain itu, kumpulan puisi ini juga mencoba memblusuki area romantisme dengan cara yang penuh satire.