Krjogja.com - JAKARTA – Presiden Joko Widodo telah menekan Peraturan Pemerintah (PP) No 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). PP tersebut merupakan aturan turunan dari UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
PP ini mengatur mengenai penyesuaian pengaturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa dan PPnBM mengenai tarif, cara menghitung, penggunaan besaran tertentu. Bukan itu saja, PP ini juga memberikan petunjuk terkait penunjukkan pihak lain untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.
"Baleid ini merupakan pengganti PP Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN dan perubahannya.PP Nomor 1 Tahun 2012 dan perubahannya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi PPN dan PPnBM serta pengaturan dalam UU HPP, sehingga perlu disempurnakan,” tutur Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Neilmaldrin Noor dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/12).
Pengaturan dalam PP Nomor 44 Tahun 2022 ini dapat dibagi menjadi tiga klaster atau kelompok besar untuk memudahkan dan memperjelas implementasinya. Pertama, Substansi baru yang meliputi di antaranya pengaturan pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM (Pasal 5).
Lalu, pengaturan lebih lanjut terkait Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) seperti misanya, penegasan pengenaan PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam aktivitas operasional maupun non operasional.
Kedua, substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya yang meliputi pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dapat memenuhinya secara self assessment menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
"Ada juga penyesuaian pengaturan terkait BKP/JKP, meliputi penghapusan terminologi dan pengaturan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif dan penyesuaian teknis pengenaan PPN atas penyerahan BKP melalui penyelenggara lelang," ujarnya.
Klaster kedua ini juga mengatur mengenai penentuan kurs Menteri Keuangan yang digunakan menghitung PPN atau PPN dan PPnBM dalam hal transaksi dengan mata uang asing. Sedangkan klaster ketiga mengenai substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya.
Selanjutnya pengaturan lebih lanjut terkait BKP/JKP.SNelain itu, ada juga pengaturan lama seperti penghapusan piutang dan musnah atau rusaknya BKP tidak mengakibatkan penyesuaian PPN yang telah dilaporkan dan hak pengembalian atas PPN atau PPN dan PPnBM yang salah dipungut. (Ira)