JAKARTA, KRJOGJA.com - Ekonom Universitas Gajah Mada Anggito Abimanyu mengatakan, kebijakan eksternal dan internal akan membuat turbulensi atau guncangan bagi perekonomian nasional. Namun goncangan ekonomi yang terjadi paling besar berasal dari eksternal dibandingkan dari internal. Karena itu, pemerintah harus memiliki warning system agar bisa mempersiapan diri menghadapi situasi yang terjadi.
"Turbulensi macam- macam paling besar turbulensi yang berasal eksternal itu yang membuat shok perekonomian kita, tapi kebijakan internal juga bisa membuat turbulensi," kata Ekonom Universitas Gajah Mada Anggito Abimanyu, disela sela peluncuran bukunya Menyimak Turbulensi Ekonomi: Pengalaman Empiris Indonesia, di Jakarta, Senin (15/4).
Dikatakan, turbulensi yang berasal dari eksternal bisa terdeteksi seperti rencana kenaikan tingkat suku bunga The Fed, walaupun tidak besar dampaknya selain itu turunnya perekonomian dunia harus ada warning perlambatan dan harus di konter sehingga fiskal maupun monoter bisa dilakukan.
Sementara yang membuat turbulensi dari internal adalah dimana kebijakan yang dibuat kalau tidak dilakukan. Atau tidak ada kebijakan tapi dilakukan. Bisa turbulensi yang berasal saat membuat UU politis dan peraturan dan kesepakatan DPR yang politis. "Setiap kebijakan pasti membuat tubulensi ekonomi.Tapi sekarang banyak kebijakan populis yang membuat turbulensi perekonomian kita,†tegasnya.
Anggito mencontohkan salah satu kebijakan pemerintah yang membuat turbulensi perekonomian yakni mempertahankan harga bensin maupun listrik, di tengah kenaikan harga minyak dunia. Padahal, keputusan ini cukup memberikan beban bagi fiskal.
"Kebijakan fiskal itu ada prinsipnya. Sekarang ini agak kehilangan. Misalnya, subsidi dibebankan ke Pertamina, PLN. Itu tak bisa di teori fiskal," kata Anggito. (Lmg)