JAKARTA (KRjogja.com) - Target proyek pembangunan listrik 35.000 MW yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, memberikan angin segar bagi produsen Transformator (Trafo). Sebab paling tidak diprediksi pertumbuhan pasar trafo mencapai 30 persen.
Dengan peluang pasar yang cukup besar itu, menurut Ahmad Sutowo Sutopo, Ketua Umum Himpunan Ahli Elektro Indonesia (HAEI), maka industru trafo di Indonesia bergairah. Namun demikian, diakuinya masih terkendala soal harga jual. Karena bahan bakunya banyak menggunakan bahan impor, maka harga jual menjadi mahal.
"Meski begitu harga bisa ditekan, karena beberapa komponen lokal sudah mulai muncul. Namun saat ini muncul teknologi baru tidak menggunakan oli tapi menggunakan bahan kering. Sehingga lebih aman dan saat ini sudah mulai digunakan di berbagai sektor baik untuk industri maupun apartemen," kata Ahmad Sutowo Sutopo kepada wartawan di Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Hal tersebut juga diakui Yohanes Purwan Wijaya, Direktur PT. Sintra Sinarindo.Dia menyatakan bergairahnya industri trafo tersebut, seiriong makin berkembangnya kebutuhan listrik di Indonesia. Target 35.000 MW yang dicanangkan pemerintah, ikut pula mendongkrak pasar trafo Indonesia.
Selama ini kebutuhan trafo besar yang digunakan oleh PLN, sudah bisa dipasok di dalam negeri. Bahkan Yohanes mengaku ikut memasok kebutuhan PLN tersebut. Hingga kini produksinya yang 12.000 unit/tahun sekitar 20-25 persen, sebagaian besar untuk memenuhi kebutuhan PLN.
Meski diakuinya, harga jual trafo lokal masih tinggi. Namun hal itu tidak bisa dihindari karena beberapa komponen penting masih harus diimpor. " Kami masih banyak mengimpor bahan baku itu dari Jepang, Korea. Ini dilakukan karena bahan yang kami butuhkan memang belum tersedia di Indonesia," katanya Yohanes.
Meski begitu diakuinya kini dilakukan berbagai inovasi dalam teknologi dan infrastruktur guna menunjang efesiensi. Dengan tingkat efesiensi yang tinggi dan kualitas yang baik akan menjadi daya saing produk lokal. (Sim)