Pemimpin di Asia Tenggara Waspadai Ekonomi Global

Photo Author
- Selasa, 2 Desember 2025 | 17:15 WIB
Indonesia diperkirakan akan keluar dari jebakan kelas pendapatan menengah pada tahun 2041 jika asumsi rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal 6% terpenuhi (BBRI)
Indonesia diperkirakan akan keluar dari jebakan kelas pendapatan menengah pada tahun 2041 jika asumsi rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal 6% terpenuhi (BBRI)


Pemimpin bisnis di Asia Tenggara optimistis terhadap peluang di kawasan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), tetapi lebih hati-hati terhadap kondisi ekonomi global. Hal itu seperti tertuang dalam laporan perdana APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) CEO Survey “Bridging the Certainty Gap” yang diluncurkan Deloitte.

Survei itu memetakan sentimen para eksekutif di kawasan dan menyoroti bagaimana mereka memandang prospek organisasi serta perekonomian global. Laporan ini juga menggali pandangan mereka mengenai risiko dan peluang, strategi permodalan, keberlanjutan, dinamika geopolitik, serta dampak teknologi baru dan kecerdasan buatan (AI) terhadap arah bisnis ke depan.

Survei ini mengumpulkan pendapat dari 1.252 pemimpin bisnis senior (CEO dan C-Level) di 18 negara, termasuk lebih dari 270 pemimpin bisnis di Asia Tenggara, dari belasan industri, termasuk perusahaan multinasional, regional, dan swasta yang tumbuh pesat.

Baca Juga: Amankan Kebutuhan BBM di Libur Nataru, Kilang Pertamina Pastikan Tetap Beroperasi

Di Asia Tenggara, para pemimpin bisnis menavigasi masa depan dengan optimisme yang terukur: mereka melihat peluang di kawasan APEC, namun lebih berhati-hati terhadap kondisi ekonomi global. Mayoritas responden (75%) percaya pada prospek perusahaan sendiri, dan 66% optimistis terhadap ekonomi APEC. Namun, pandangan itu melemah ketika berbicara tentang ekonomi global, dengan hanya 46% yang menyatakan sentimen positif.

“Para pemimpin bisnis di Asia Tenggara percaya diri terhadap kinerja perusahaan mereka dan melihat peluang nyata di kawasan APEC, namun tetap berhati-hati terhadap prospek ekonomi global. Kami melihat ini sebagai sebuah certainty gap yang perlu dijembatani dengan visi strategis untuk mengubah disrupsi menjadi peluang,” kata CEO Deloitte Southeast Asia, Eugene Ho seperti dikutip dari keterangan resmi, ditulis Selasa, (2/12/2025).

ugene menuturkan, survei Deloitte menunjukkan para pemimpin bisnis di Asia Tenggara mengelola risiko dengan mendiversifikasi rantai pasok dan menunda investasi besar di tengah ketidakpastian geopolitik. Pemimpin bisnis mengandalkan teknologi sebagai pendorong utama pertumbuhan saat ini, sambil memprioritaskan inovasi dan keberlanjutan untuk jangka panjang.

Baca Juga: PT Sucofindo Dukung Literasi Banda Neira Melalui Relawan Bakti BUMN Batch VIII

Di luar kekhawatiran jangka pendek, para pemimpin juga mengintegrasikan AI untuk memperkuat ketahanan operasional serta mempersiapkan pelaporan dan pembiayaan berkelanjutan yang bersifat wajib.

“Agilitas yang bertujuan seperti ini menyiapkan perusahaan untuk pertumbuhan berkelanjutan, yang didukung oleh kerja sama dalam blok APEC," ia menambahkan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Bisakah Short Trade Crypto di Indonesia?

Kamis, 11 Desember 2025 | 08:23 WIB

DEN kaji Pajak Karbon Masih Dikaji

Selasa, 9 Desember 2025 | 12:15 WIB

Smailing Tour Bergabung Sebagai Anggota Virtuoso

Senin, 8 Desember 2025 | 19:47 WIB
X