Krjogja.com - Jakarta - Memasuki awal tahun 2023, China dilaporkan terus alami lonjakan kasus virus corona tak lama setelah melonggarkan strategi ketat Nol-Covid.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Tiongkok melonggarkan kebijakan tersebut pada 7 Desember tahun lalu dan mengadopsi strategi hidup berdampingan dengan virus tersebut yang diharapkan dapat meningkatkan geliat ekonomi China.
Namun, setelah kebijakan tersebut dilonggarkan, beberapa kota yang sejak awal bergelut hebat dengan Covid-19 justru mengalami penurunan aktivitas ekonomi yang tajam. Hal tersebut semakin mengkhawatirkan karena sebagian populasi Tiongkok juga tidak divaksinasi.
"Tidak dapat dipungkiri, lonjakan kasus Covid-19 di Tiongkok beberapa waktu belakangan ini memperlambat proses pemulihan ekonomi secara global. Hal ini terjadi karena Tiongkok merupakan sumber ekspor penting bagi industri manufaktur dan juga merupakan pasar penting bagi banyak komoditas global seperti minyak sawit mentah, tembaga, kedelai, batu bara, dan bijih besi dan baja," kata CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani, Sabtu (21/1/2023).
Ada sekitar delapan juta warga Tiongkok yang tidak divaksinasi berusia lebih dari 80 tahun dan lebih dari 160 juta lainnya menderita diabetes. Catatan terbaru menunjukkan saat ini hampir 90 persen penduduk di provinsi Henan atau sekitar 88 juta orang terpapar virus Covid-19.
Tidak hanya itu, Tiongkok resmi membuka perbatasan internasional mereka pada tanggal 8 Januari 2023 yang mengakhiri tiga tahun masa “penguncian” Tiongkok yang sudah berlangsung sejak Maret 2020. Pembukaan perbatasan juga hanya berselisih hitungan hari dari periode liburan terbesar di Tiongkok yakni Imlek yang jatuh pada 21 Januari 2023.
Tiongkok resmi membuka perbatasan internasional pada Minggu (8/1/2023) dengan memberikan sejumlah pelonggaran. Di antaranya penghapusan karantina bagi pelancong serta diizinkannya warga Tiongkok bepergian ke luar negeri, hal ini menjadi polemik di tengah kondisi Tiongkok yang sedang berperang dengan lonjakan Covid-19.
Respons Berbagai Negara
Mengantisipasi hal tersebut, sejumlah negara di dunia baik barat hingga Asia lantas memberlakukan pengawasan ketat bagi para pelaku perjalanan dari Tiongkok yang tiba di negara masing-masing.
Beberapa negara yang telah mengeluarkan aturan protokol dan pengawasan ketat termasuk Amerika Serikat, Jepang, Italia, Malaysia, dan India.
Infeksi diperkirakan akan terus melonjak hingga akhir bulan ini dimana Tiongkok merayakan Tahun Baru Imlek, diperkirakan jutaan orang akan melakukan perjalanan dari berbagai kota besar untuk mengunjungi keluarga mereka di pedesaan.
Melihat situasi Covid-19 di Tiongkok, International Monetary Fund (IMF) menyebut kondisi ekonomi regional dan global akan terdampak selama beberapa bulan ke depan. Pada Oktober lalu, IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global pada 2023 dari 2,9 persen menjadi 2,7 persen. Hal ini juga tercermin melalui hambatan yang terus berlanjut dari perang Rusia - Ukraina, tekanan inflasi hingga suku bunga tinggi.
Survei World Economics menunjukkan kepercayaan bisnis Tiongkok turun ke level terendah sejak Januari 2013. Survei menunjukkan aktivitas bisnis turun tajam pada bulan Desember 2022 dengan indeks manajer penjualan di sektor manufaktur dan jasa yang keduanya di bawah level 50. Tidak hanya itu, survei secara kuat menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah melambat secara dramatis, dan memungkinkan akan menuju resesi pada tahun 2023.