bisnis

Kenaikan Cukai dan Pajak Saat Pandemi Tak Tepat

Selasa, 7 April 2020 | 11:23 WIB
Didin S. Damanhuri

JAKARTA, KRJOGJA.com - Pemerintah dalam kondisi sulit saat ini, sebaiknya tidak mengeluarkan kebijakan menaikan cukai ataupun pajak, baik cukai rokok maupun cukai cukai produk lainnya. Kebijakan tersebut hanya pantas dikeluarkan kalau kondisi ekonomi dan negara dalam keadaan stabil.

Sementara, saat ini negara sedang menghadapi masalah ekonomi dan masalah kesehatan yang mengancam keselamatan jiwa manusia, yakni dengan masih merebaknya wabah Covid-19. Bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga hampir di seluruh dunia. Guna menjaga stabilitas ekonomi ini pemerintah harus melindungi seluruh sektor ekonomi. Jika ada perusahaan yang masih bisa melakukan eksport, dipersilahkan dan diberikan insentif.

"Niat menaikkan cukai, pajak, dan sebagainya itu kan asumsi sebelum (terjadi wabah) Corona. Jadi mengapa dipertahankan? (kebijakan tersebut) Sekarang sudah tidak relevan. Jangan hanya rokok saja yang dibicarakan, tapi seluruh sektor industri lainnya, karena ini tidak relevan, bahkan harusnya diberi insentif," tegas Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM IPB), Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, di Jakarta, Senin (06/04/2020).

Menurut Didin S. Damanhuri, sekarang ini yang paling penting negara menyelamatkan warga yang kemiskinan ekstrimnya mencapai 25 juta dan yang hampir miskin itu mencapai 50% atau 130 juta jiwa. "Itu (mereka) yang rawan kelaparan," ujarnya.

Didin S. Damanhuri menegaskan, pemulihan maupun pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat bergantung pada keberhasilan pemerintah menangani penyebaran Covid-19. Juga sangat tergantung kepada keberhasilan Pemerintah Indonesia maupun negara-negara lain menemukan obat anti atau vaksin Covid 19. "Jadi, bahasanya, pemerintah harus melawan Corona dan dampak ekonominya. Jadi jangan lupa, kalau kita berhasil melawan Corona itu adalah recovery strategy juga untuk ekonomi," ujar Didin S. Damanhuri.

Menurut Didin S. Damanhuri, untuk Indonesia, selain tergantung pada obat anti Covid dari Amerika atau China yang tidak mudah ditemukan, juga tergantung dari efektiftas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan pemerintah. "Untuk PSBB kita memiliki problem efektivitas penggunaan dan penyerapan dana PSBB sebesar Rp 70 Triliun untuk melawan Corona ini apakah tepat sasaran dan tidak bocor," katanya.

Didin melihat, pemerintah saat ini harusnya memprioritaskan penanganan dan perlindungan masyarakat dari penularan maupun wabah Covid-19. Karena itu dana yang disediakan harusnya diprioritaskan untuk penanganan pencegahan masyarakat dari penularan Covid-19 lebih banyak dibandingkan untuk perbaikan ekonomi.

Dengan diprioritaskannya dana untuk pencegahan Covid 19 maka pemerintah bisa menyediakan alat pelindung diri (APD) yang banyak untuk tenaga kesehatan, penyediaan kamar perawatan untk pasien yang tertular Covid 19, memproduksi masker yang cukup unuk masyarakat dan sebagainya.

Pada kesempatan tersebut Guru Besar Ekonomi Politik IPB Didin S. Damanhuri juga sepakat dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 19/PMK.07/2020 yang salah satunya menyebutkan, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan dana bagi hasil sumberdaya alam (DBHSDA) dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk penanganan dan pencegahan penularan Covid 19. Alasanya, penyelamatan masyarakat dari penularan Covid-19 menjadi prioritas utama, dan hal itu menjadi kunci utama bagi pemulihan ekonomi.

"Jadi sekarang harus dimobilisasi dana (BHCHT) seperti itu terutama untuk daerah-daerah yang petani tembakaunya tinggi seperti Jatim atau Sumatera Utara. Kan tidak semua petani tembakau, jadi harus clustering dana itu. Atau kalau masih cukup besar cluster dimana yang banyak penyakit atau covid tinggi diutamakan juga. Saya setuju itu dana bagi hasil itu dimanfaatkan untuk melawan corona juga," papar Didin S. Damanhuri.

Menurut Didin, yang memprihatinkan selama ini DBHCT belum dimanfaatkan untuk pencegahan Covid. Malah alokasi dana pendidikan yang dipakai untuk membiayai pencegahan wabah Covid 19. "Jadi ini kayaknya pendekatannya Indonesia kurang pas. Tidak ada sense of crisis dengan menggunakan dana pendidikan dan tidak menggunakan dana-dana proyek nonprioritas. Jadi masih ada mimpi kayaknya mau cepet selesai (pencegahan Covid-19) lalu proyek nanti dilanjutkan. Kayaknya kurang membaca perkembangan yang berat dunia ini,” tambah Didin S. Damanhuri.

Berkaitan dengan industri hasil tembakau, Didin S Damahuri menyampaikan, meski dirinya tidak merokok dan tidak pro perokok, namun mengakui bahwa Industri hasil tembakau selama ini memang terbukti menggerakkan perekonomian masyarakat di kota dan di daerah. Untuk itu sudah sewajarnya pemerintah melindungi dan membiarkan para petani tembakau bekerja serta memikirkan bagaimana menampung hasil produksinya.

Halaman:

Tags

Terkini

Bisakah Short Trade Crypto di Indonesia?

Kamis, 11 Desember 2025 | 08:23 WIB

DEN kaji Pajak Karbon Masih Dikaji

Selasa, 9 Desember 2025 | 12:15 WIB

Smailing Tour Bergabung Sebagai Anggota Virtuoso

Senin, 8 Desember 2025 | 19:47 WIB