LPSK Bentuk Mitra Bernama 'Sahabat Saksi dan Korban'

Photo Author
- Minggu, 5 Juni 2022 | 13:10 WIB
Kepala LPSKHasto Atmojo (paling kiri) dan anggota LPSK lainnya berfoto bersama GKR Hemas (tengah) dan Prof Sudjito (paling kanan).
Kepala LPSKHasto Atmojo (paling kiri) dan anggota LPSK lainnya berfoto bersama GKR Hemas (tengah) dan Prof Sudjito (paling kanan).

BANTUL, KRJOGJA.com - Untuk mengembangkan kegiatan prioritas nasional berupa Perlindungan Saksi dan Korban berbasis komunitas perlu lebih membudayakan gotong royong. Berbicara perihal perlindungan saksi dan korban, sebg bagian dari budaya. Menjadi seorang saksi dalam suatu perkara hukum itu, sehingga harus dibantu. Lebih-lebih menjadi korban, sangat berat.

“Oleh karena itu harus kita bantu, kita aktualisasikan lagi budaya gotong royong sesuai perkembangan zaman untuk memaksimalkan perlindungan, baik kepada saksi maupun korban dalam suatu perkara hukum,” ujar Guru Besar Fakultas Hukum (FH) UGM, Prof Dr Sudjito SH sat memberikan orasi dalam sarasehan budaya Program Perlindungan Saksi dan Korban berbasis komunitas, Sabtu (4/6/2022) malam di Tembi Rumah Budaya Bantul.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) , juga dibentuk komunitas Sahabat Saksi dan Korban (SSK). Pembentukan SSK ini dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi perlindungan saksi dan korban berbasis komunitas.

Selain Prof Sudjito, hadir pula sejumlah pengurus LPSK yang diketuai Hasto Atmojo Suroyo, GKR Hemas dan sejumlah komunitas, psikolog, dokter dan pemerhati masalah sosial serta hukum. Pada sarasehan tersebut juga ditampilkan pengalaman kerja kemanusiaan berbasis komunitas dan testimoni para penyintas.

Menurut Prof Sudjito, bicara budaya , berarti menunjuk pada diri manusia. Dengan kata lain, manusia berbudaya memiliki niat baik dan mempunyai rasa kemanusiaan. Dengan niat baik itulah menjadi sarana untuk membantu orang lain. “Saya yakin, orang-orang yang hadir di sini adalah manusia-manusia berbudaya yang secara gotong royong mampu memberikan perlindungan,” katanya.

Sesuai perkembangan teknologi informasi yang kiat pesat, menurut Sudjito kegiatan perlindungan harus di maksimalkan. Gotong royong dengan melibatkan komunitas-komunitas di masyarakat asal dipertemukan bisa menjadi sinergitas dan menjadi kekuatan besar. Dengan demikian, perlindungan saksi dan korban menjadi kolektif bersama.

Pada bagian lain, Sudjito menepis anggapan sebagian orang yang menyebut, bahwa korupsi itu budaya. “Mereka yang menyebut perbuatan korupsi budaya adalah salah kaprah. Koruptor itu penjahat, perbuatan kriminal,” tegasnya

GKR Hemas pada kesempatan itu memberikan apresiasi dan mendukung atas gagasan LPSK membentuk SSK. Ia menyebutkan, Yogya adalah salah satu embrio dalam mengatasi masalah masalah sosial, khususnya perempuan dan anak.

GKR Hemas kemudian menunjuk contoh berdirinya Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) ‘Reso Dyah Utami (RDU). “Pertama, membantu mengatasi anak korban kekerasan seksual. Setelah itu banyak miliki jaringan kerja. Saya yakin, dengan melibatkan masyarakat grass root, keinginan LPSK membentuk SSK bisa terwujud,” kata Hemas.

Angota DPD RI ini kemudian menyebutkan soal tingginya kepedulian masyarakat. Misalnya, saat erupsi Merapi, Gempa Bantul, bahkan saat pandemi, masyarakat begitu peduli memberikan tolong menolong. “Dengan kehidupan masyarakat yang mempunyai rasa kepedulian dan gotong royong, semua bisa diatasi dengan baik,” ujarnya.

Ketua LPSK, Hasto Atmojo menginginkan Lembaga yang dipimpinnya bisa lebih memasyarakat. Oleh karena itu, LPSK gencar melakukan sosialisasi. Harapannya, informasi tenang LPSK lebih tersebar, termasuk program, sistem dan peran fungsi para pihak dalam melaksanakan program perlindungan saksi dan korban.

Lembaga non struktural yang lahir pasca reformasi ini, jelas Hasto, bersifat independen dan menurut UU No 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan UU No 13/2014 memiliki prioritas memberikan perlindungan kepada saksi, korban, pelapor dan ahli. Kemudian keluarga atau kuasa hukumnya atau pejabat yang berwenang.

Mereka juga mendapatkan perlindungan fisik dan monitoring oleh pengawas LPSK dan memperolehfasilitas hak saksi pelaku, bantuan medis, rehabilitasi psikologi, psikososial, fasilitas restitusidan kompensasi. (Obi)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB

Olah Limbah Tanpa Bau, SPPG Playen Gunakan Bioteknologi

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:50 WIB
X