GUNUNGKIDUL, KRJOGJA.com - Dampak musim kemarau di Kabupaten Gunungkidul mulai dirasakan warga di sejumlah kalurahan wilayah krisis. Dari lima kapanewon yang tiap tahun dilanda kekurangan air warga yang sudah membeli air bersih dari swasta di Kapanewon Tanjungsari dan terbanyak di Kalurahan Kemiri.
"Ketersediaan air di bak penampung air hujan sudah menipis dan kita sudah membeli dari swasta," kata Ny Sunarti (45) warga Padukuhan Bareng, Kemiri, Tanjungsari, Gunungkidul Jumat (10/7/2020).
Harga satu tangki air dengan kapasitas 5.000 liter beragam dan ditentukan dari jarak rumah warga dengan pusat pengambilan air bersih. Untuk saat ini harga satu tangki air mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. Tiap satu tangki air tiap satu Kepala Keluarga untuk mencukupi kebutuhan masak, mandi dan cuci antara 10 hari sampai 2 minggu. Tetapi sebagian warga juga banyak yang membeli air putih ini secara patungan. "Sampai saat ini warga belum menerima droping air bersih dari pemerintah," imbuhnya.
Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul Edy Basuki MSi mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan sejumlah kapanewon. Masing-masing kapanewon telah dimintai data terkait dengan wilayah yang rawan kekeringan. Sampai dengan pekan lalu baru ada 5 kapanewon yang telah menyerahkan data daerah rawan kekeringan.“Penyaluran air bersih untuk wilayah yang berpotensi kekeringan juga sudah disiapkan, ada sistem berbeda yang diterapkan pada penyaluran kali ini dimana kapanewon bisa menggandeng pihak ketiga,†ucapnya.
Setelah data tersebut terkumpul pihaknya akan segera mengatur jadwal droping air tersebut. Dari laporan masing-masing kapanewon terdapat beberapa diantaranya yang sudah mengajukan. Sedangkan tahun ini BPBD mengalokasikan anggaran sekitar Rp 700 juta atau naik Rp 200 juta dibanding dengan anggaran tahun lalu.(Bmp)