diy

Ada 322 Kasus, DBD di Kulonprogo Meningkat

Rabu, 2 Desember 2020 | 19:50 WIB

KULONPROGO, KRJOGJA.com - Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kulonprogo dr Baning Rahayujati mengatakan, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di kabupaten ini pada 2020 melonjak. Bahkan ada kasus kematian akibat penyakit tersebut.

Berdasarkan data Dinkes, sampai minggu ke 48 atau akhir November 2020, sudah ada 322 kasus DBD di Kulonprogo. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun lalu di periode yang sama yaitu sebanyak 296 kasus. Kenaikkan jumlah penderita DBD diprediksi akibat musim penghujan yang menimbulkan genangan air dan menjadi sarang nyamuk baru.

Dari total kasus yang terlaporkan pada 2020, dua di antaranya dinyatakan meninggal dunia. "Betul dari 322 kasus yang terlaporkan, ada dua yang meninggal dunia. Keduanya masih anak-anak," kata dr Baning, Rabu (2/12/2020).

Pihaknya menduga meninggalnya dua anak-anak tersebut akibat keterlambatan penanganan. Kendati DBD bisa sembuh dengan sendirinya, penyakit yang disebabkan virus dengue dari gigitan nyamuk 'Aedes Aegypti' tetap berisiko menyebabkan kematian. Diungkapkan, setelah tergigit nyamuk, seseorang mengalami beberapa gejala DBD setelah masa inkubasi virus 'dengue' selesai. Masa inkubasi DBD adalah rentang waktu yang diperlukan dari saat nyamuk menggigit dan memasukkan virus 'dengue' ke tubuh korban hingga orang tersebut mengalami gejala DBD. Selama masa inkubasi yang berlangsung 4-7 hari, virus DBD akan memperbanyak diri di dalam tubuh inangnya.

"Gejalanya berawal dari demam tinggi hingga mencapai sekitar 40° celsius, sakit kepala berat, nyeri pada bagian belakang mata, muncul bintik-bintuk kemerahan di kulit, mual dan muntah serta nyeri otot dan persendian," ujarnya.

Pasca 3-7 hari sejak gejala pertama kali muncul, tubuh akan terasa membaik. Demam pun akan turun sendiri dengan suhu tubuh menjadi di bawah 38°C. Akan tetapi masa ini justru merupakan fase kritis DBD yang bisa menimbulkan komplikasi berbahaya, yakni pendarahan. Jika tidak segera tertangani, risiko terbesar kematian.

Gertak PSN

Untuk mengantisipasi peristiwa kematian DBD, pihaknya akan menggelar 'update knowledge' atau pelatihan tambahan tentang penanganan cepat DBD kepada petugas medis di seluruh puskesmas di Kulonprogo. Selain itu menggencarkan gerakan serentak pemberantasan sarang nyamuk (Gertak PSN) meliputi mengubur atau mendaur ulang sampah, menutup seluruh tempat penampungan air dan rajin menguras serta membersihkan bak mandi setiap satu minggu sekali.

Gertak PSN menyasar seluruh masyarakat Kulonprogo, terutama wilayah rawan penyebaran DBD meliputi Kapanewon Panjatan, Wates, Pengasih dan Nanggulan.

"Di sana (wilayah Kapanewon Panjatan, Wates, Pengasih dan Nanggulan-Red.) rawan, karena nyamuk DBD hanya akan hidup di ketinggian kurang dari 500 meter. Kalau lebih dari itu harusnya nyamuk tidak bisa hidup, tapi belakangan di perbukitan juga ditemukan kasus DBD. Kami menduga hal tersebut terjadi karena pemanasan global, suhu di pegunungan makin hangat dan nyamuk DBD bisa beradaptasi di sana," tuturnya.

Kepala Puskesmas Wates dr Eko Damayanti menjelaskan, hingga September 2020, sudah ada 28 kasus DBD dan 42 kasus Demam 'dengue' atau 'dengue fever' (DF) - demam akut sebagai respon tubuh terhadap salah satu 'serotipe virus dengue' yang masuk dalam aliran darah bersama air liur nyamuk.

Sebagai upaya pencegahan, Puskesmas Wates melakukan penyelidikan 'epidemiologi' ke lokasi kasus untuk dilakukan penanganan. "Untuk penanganan pasien melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, nanti lihat kondisinya, kalau baik bisa rawat jalan, kalau memburuk harus dirujuk ke rumah sakit," jelasnya.

Halaman:

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB

Olah Limbah Tanpa Bau, SPPG Playen Gunakan Bioteknologi

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:50 WIB