KULONPROGO, KRJOGJA.com - Meskipun harga cabai masih di bawah biaya produksi dan perawatan yang mencapai Rp 11.000 perkilogram (kg), tapi petani lahan pantai di Kulonprogo, bertekad mempertahankan tanaman cabai mereka.
Sempat beredar khabar ada petani mencabut tanaman cabainya karena kecewa harga cabai sangat rendah. Ketua Kelompok Tani Gisik Pranaji, Bugel Panjatan, Sukarman mengatakan, setelah Kepala Dinas Pertanian dan Pangan setempat Ir Aris Nugraha turun ke lapangan melarang dan minta petani mempertahankan tanaman cabainya.
"Sampai saat ini, kami masih mempertahankan tanaman cabai, meksi uang hasil penjualan panen tidak mencukupi biaya produksi dan perawatan. Kami menyadari kondisi seperti ini memang tidak menguntungkan, tapi kami tetap bertekad mempertahankan tanaman cabai," katanya, Rabu (17/6/2020).
Sukarman mengungkapkan, pada Selasa (16/6/2020), harga cabai di tingkat petani hanya Rp 5.000 perkg untuk kualitas kedua, sedangkan kualitas pertama Rp 6.000 per kg. Padahal tambahnya biaya perawatan dan produksi mencapai Rp 11.000 perkg. "Kalau harga cabai berkisar Rp 5.000 hingga Rp 6.000 perkg, petani menangis. Kondisi seperti ini sudah berlangsung sejak panen perdana hingga sekarang," ujarnya.
Produksi cabai sepanjang lahan pantai dari Trisik Kapanewon Galur sampai Karangwuni Kapanewon Wates berkisar 50 - 60 ton perhari. Serapan cabai di DIY hanya berkisar lima ton perhari. Pangsa pasar cabai Kulonprogo mayoritas ke Jakarta, Jawa Barat, Semarang dan Sumatera. Tapi selama pandemi virus corona, serapan cabai dari wilayan itu mengalami penurunan drastis. Daerah tersebut memperlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang menyebabkan pasar, rumah makan dan hotel banyak yang tutup. Kondisi tersebut berimbas anjloknya harga cabai.
"Pandemi virus corona membuat petani cabai lahan pasir menjadi delematis. Mempertahankan tanaman cabai merugi sementara kalau dijual harganya murah. Kami hanya bertahan dan berkomitmen, semoga pemkab memberikan solusi atas permasalahan ini," harap Sukarman.(Rul)