KRjogja.com - YOGYA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan pemerintah akan mengimpor sebanyak 22.500 ton beras dari Kamboja. Beras impor itu rencananya untuk persediaan beras di gudang Badan Urusan Logistik (Bulog). Hal itu penting, karena untuk saat ini ketersediaan Bulog masih mengandalkan pengadaan dari luar negeri, akibat domestic posisi belum panen. Sementara kebutuhan komoditas pangan khususnya beras saat Ramadan dan menjelang Idul Fitri naik signifikan.
"Impor memang diperlukan untuk keamanan stok, mengatasi kelangkaan beras di pasar, dan memastikan harga tetap dalam jangkauan masyarakat luas. Tentu semua itu menjadi prioritas dari pemerintah. Tapi yang penting mendapat perhatian prioritas dari pemerintah bagaimana nasib petani?. Jangan sampai petani merugi karena harga beras tiba-tiba turun sementara biaya produksi terus merangkak naik," kata pengamat ekonomi sekaligus dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Widarta, MM CDMP di Yogyakarta, Rabu (20/3/2024).
Menurut Widarta, supaya kebijakan impor tersebut tidak sampai merugikan petani. Salah satu solusi adalah dengan impor yang terukur. Konsep terukur disini penting untuk memastikan ketersediaan beras aman, harga terjangkau dan stok cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu dengan importasi yang terukur diharapkan bisa tetap menjaga harga di tingkat petani berada di atas biaya produksi dan margin petani.
Baca Juga: Satnarkoba Polres Sukoharjo Tangkap Pengedar Narkoba
"Harga di tingkat petani jangan sampai jatuh, sehingga petani tetap 'happy' dan semangat berproduksi. Jangan sampai impor beras disaat panen raya, yang menjadikan harga turun dan merugikan petani. Untuk itu Impor harus benar-benar terukur," ungkapnya.
Lebih lanjut Widarta menambahkan, sebetulnya kuncinya mau impor atau tidak adalah kejujuran tentang data yang sebenarnya. Berapa kebutuhan yang sebenarnya, berapa kekurangannya, berapa kemampuan petani di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Seandainya terjadi kekurangan berapa yang harus impor, sehingga bisa tepat tanpa merugikan petani dan memberatkan masyarakat umum karena harga beras terlalu mahal di atas HET.
Baca Juga: BMKG DIY Prediksi Awal Musim Kemarau Pada Mei
"Pemerintah harus selalu di ingatkan akan cita-cita swasembada beras yang pernah kita capai. Faktor berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan, dan daya minat generasi muda untuk bertani menjadi tantangan pemerintah untuk kembali menggaungkan swasembada pangan," jelasnya, seraya menambahkan, salah satu jalan untuk dapat mencapai swasembada adalah peran dunia Pendidikan khususnya perguruan tinggi bidang-bidang pertanian dan agroindustri perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. (Ria)