Krjogja.com - Cerita sejarah keberadaan kerajaan dan peralihan kekuasan tentu menambah wawasan dalam memahami perjalanan nusantara. Bisa dijadikan kaca benggala kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seperti halnya perjalanan Kerajaan Singasari sebelum lahirnya kerajaan besar Majapahit. Tahta Singasari dijabat Raja Kertanegara tanpa adanya insiden pembunuhan seperti perebutan kekuasan sebelumnya.
Kertanegara mewarisi tahta dari ayahnya Ranggawuni atau Wisnuwardhana yang juga cucu Ken Dedes. Sehingga Kertanegara (Kertanagara) ini adalah cicit dari Ken Dedes.
Diceritakan dalam sejumlah literasi, Kertanegara naik tahta Singasari ditulis di Kitab Pararaton, pada tahun 1268 Masehi. Singasari di tangan Kertanegara ini mengalami kemajuan pesat dan disegani kerajaan lainnya. Kekuasaan Singasari tidak hanya menguasai Jawa, melainkan sampai luar Jawa dan bahkan Kertanegara ini menjalin kerjasama persahabatan dengan kerajaan di luar nusantara.
Politik luar negeri yang dijalankan ini bukan tidak ada tujuan. Persahabatan dengan kerajaan di kerajaan pantai tenggara Asia mengandung makna untuk menghadapi serangan tentara Tiongkok dengan kaisar terkenal bernama Kubilai Khan.
Tiongkok saat itu sedang melakukan ekspansi ke Jawa. Kebesaran nama Singasari dan Kertanegara ini terkenal sampai telinga Kaisar Mongol. Rupanya Kubilai Khan terpancing dan mengutus salah satu perwira bernama Meng Chi agar mendatangi Kertanegara untuk mengakui kekuasaan Mongolia.
Sampai di Jawa utusan ini bertemu Kertanegara dan menyampaikan apa yan diinginkan oleh Kubilai Khan. Raja Singasari sangat besar sifat ksatria dalam mempertahankan negaranya, Kertanegara menolak mentah mentah dan marah tidak mau tunduk dengan asing.
Kemarahannya dilampiaskan kepada Meng Chi utusan tersebut.
Kertanegara main kekerasan, muka dan telinga Meng Chi dipotong dan diusir pulang ke Mongolia (Tiongkok). Tindakan yang dinilai gegabah yang dilakukan Kertanegara ini, akan berbuntut panjang kedatangan tentara Tar Tar dari Tiongkok. Bagaimana nasib Kertanegara dan Singasari?. (Sus)