Dalam hal demikian, kekuatan-kekuatan lokal dalam masyarakat perlu berhimpun dan menyusun kebersamaan untuk merespons secara kreatif dan produktif atas keberadaan pembangunan dan operasional NYIA. Satu hal penting adalah, penyusunan taktik strategis implementatif, yang secara kebudayaan mampu membangun peradaban baru masyarakat ‘terdampak NYIA’, tidak sebatas warga yang terkena langsung ganti untung pelepasan lahan.
Jika demikian halnya, maka, keberadaan NYIA yang berdampingan dengan Tanjung Adikarto, sebagai ‘bandaran agung’ akan berfungsi tidak hanya sebagai bandara, melainkan juga bendara (tuan) yang ngayomi-ngayemingayani. Sekaligus bendera, yang dikerek tinggi di tiang pancang, terus berkibar-kibar berteriak nyaring menyuarakan jatidiri bangsa merdekaberdaulat. Bendara yang berbendera. Menjadi tuan di negeri sendiri.
(Purwadmadi. Pemerhati dan penulis seni-budaya. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Sabtu 4 Februari 2017)